TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat penerimaan cukai hasil tembakau pada kuartal I 2025 sebesar Rp 55,7 triliun. Jumlah ini tumbuh 5,6 persen karena dipengaruhi pergeseran pelunasan menjelang lebaran, meski produksi turun 4,2 persen.
“Penerimaan berpotensi turun akibat tidak ada kenaikan tarif di 2025 dan berlanjutnya fenomena downtrading,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani saat rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama tiga bulan tahun ini, Direktorat Jenderal Pajak juga telah menindak 2.929 kasus hasil tembakau. Dari jumlah itu nilainya mencapai Rp 367 miliar. Adapun, 257,27 juta batang rokok juga telah dimusnahkan pada periode tersebut.
Kemudian, penerimaan cukai dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA) tercatat sebesar Rp 1,5 triliun. Jumlah ini menurun 6,6 persen dari periode yang sama tahun lalu. “Realisasi cukai MMEA dipengaruhi oleh turunnya produksi dalam negeri,” kata Askolani.
Dalam produk MMEA, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga telah menindak 515 kasus dengan nilai mencapai Rp 17,8 miliar sepanjang kuartal I 2025.
Direktorat Bea dan Cukai juga mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai meningkat 9,6 persen pada kuartal I 2025. Dalam tiga bulan ini, penerimaan mencapai Rp 77,5 triliun. “Didorong peningkatan penerimaan bea keluar dan cukai,” kata Askolani.
Askolani merincikan, penerimaan itu terdiri dari tiga segmen, yaitu bea masuk Rp 11,3 triliun, bea keluar Rp 8,8 triliun, dan cukai Rp 57,4 triliun. Dari tiga segmen ini, penerimaan dari bea masuk turun 5,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 12 triliun.
Adapun, faktor yang mempengaruhi penerimaan ini meliputi nilai dan volume impor, harga komoditas, kebijakan teknis, dan penguatan di bidang pelayanan hingga pengawasan.
Secara terperinci, penerimaan dari bea masuk juga didorong oleh komoditas seperti gas alam, padi dan beras, gula pasir, kendaraan bermotor, dan suku cadang baik roda dua atau empat. “Realisasi bea masuk dipengaruhi oleh turunnya bea masuk komoditas pangan dan kendaraan bermotor, penerimaan 2025 turun 5,8 persen,” kata Askolani.
Kemudian, penerimaan bea keluar Rp 8,8 triliun dipengaruhi kenaikan harga CPO dan kebijakan ekspor tembaga. Produk CPO tumbuh 1.145,7 persen dan tembaga minus 76,6 persen.