Hari Ibu 2025: Reconnect to Connect, Saat Ibu Menemukan Dirinya Lagi

3 hours ago 8

CANTIKA.COM, Jakarta - Tak terasa, empat hari lagi kita akan memperingati Hari Ibu. Sejak ditetapkan pada 22 Desember 1928, Hari Ibu menjadi momen refleksi untuk menghargai perjalanan, perjuangan, dan peran perempuan dalam keluarga maupun masyarakat. Namun, di balik peringatan ini, ada cerita yang kerap luput dibahas tentang perjalanan ibu menemukan kembali dirinya sendiri.

Tahun ini, Cantika menghadirkan edisi khusus bertajuk “Reconnect to Connect”, sebuah tema yang memotret sisi emosional dan personal dari ibu. Edisi ini mengajak kita melihat bagaimana ibu belajar terhubung kembali dengan dirinya sembari menjalani peran pengasuhan bersama pasangan.

Melalui tema ini, Cantika menampilkan kisah tiga ibu dari latar belakang berbeda. Ada Gina Sabrina, ibu rumah tangga dengan tiga anak yang bergulat dengan dinamika peran domestik; Karina Nastasia, Human Capital di LiuGong Indonesia yang menyeimbangkan karier dan peran sebagai ibu satu anak; serta Kartika Trianita, pemilik Konselor Karier yang juga menjalani peran ibu dengan satu anak. Cerita ketiga ibu menunjukkan perjalanan setiap ibu tidak pernah sama, tetapi selalu sarat makna.

Tak hanya menghadirkan kisah personal, Cantika juga berbincang dengan psikolog klinis Kezia Toto untuk membahas rasa kehilangan diri setelah ibu melahirkan dan bagaimana ibu bisa kembali merawat dirinya tanpa harus merasa egois atau bersalah.

Edisi khusus ini menjadi ruang aman untuk refleksi, validasi emosi, dan penguatan diri bagi para ibu, sekaligus membuka percakapan yang lebih jujur tentang kesehatan mental dan identitas perempuan setelah menjadi ibu.

Ilustrasi ibu menemani anak bermain. Foto: Freepik.com

Yang Dilakukan Kemen PPA di Hari Ibu ke-97

Dalam rangka Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) akan meluncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) sebagai langkah untuk melindungi perempuan pekerja, baik dari sisi hukum maupun psikologis.

Dikutip dari situs resmi Kemen PPPa, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Prijadi Santoso mengatakan RP3 diluncurkan sebagai layanan terdekat bagi pekerja perempuan untuk mendapatkan pencegahan, pengaduan, dan pendampingan atas kasus kekerasan di tempat kerja.

“RP3 tidak harus berbentuk bangunan fisik, tetapi ke depan juga akan dikembangkan dalam bentuk layanan digital agar lebih mudah dijangkau pekerja perempuan. Seperti layanan kesehatan, korban tidak harus langsung ke rumah sakit besar. Yang penting ada akses pertama yang cepat, aman, dan dekat. Itulah prinsip RP3," ujar Prijadi, pada Rabu, 10 Desember 2025.

Selain menerima pengaduan, RP3 mengedepankan pencegahan dan pendampingan. Petugasnya wajib berkompeten agar tidak menyalahkan korban dan mampu memberikan layanan berperspektif korban. Perlindungan tidak berhenti pada penanganan kasus saja, tetapi juga memastikan korban tetap aman bekerja.

Prijadi mengatakan kekerasan terhadap perempuan pekerja masih menjadi masalah serius dan sering kali tidak terungkap. Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena adanya relasi kuasa antara pemberi kerja dan pekerja, serta stigma terhadap korban di lingkungan kerja.

“Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, sebanyak 25,6 persen perempuan yang bekerja mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) juga mencatat 1.308 perempuan dewasa menjadi korban kekerasan di tempat kerja selama periode 2020–2024,” kata Prijadi.

Prijadi menjelaskan peluncuran RP3 sekaligus menjadi momentum untuk kembali menggaungkan kebijakan sensitif gender, yang sejak terbitnya Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2023 terus disosialisasikan. Ia menegaskan pemahaman gender masih sering disalahartikan.

“Tantangan terbesar yang kita hadapi adalah masih kuatnya budaya patriarki, yang membuat posisi perempuan sering kali lebih rendah di dunia kerja. Ketimpangan ini terlihat jelas dari rasio partisipasi angkatan kerja yang sejak 2005 masih berada di kisaran 55 berbanding 85," ungkapnya.

Menurut Prijadi, jika perempuan mendapat peluang yang sama, ekonomi nasional akan tumbuh jauh lebih cepat. Minimnya perlindungan reproduksi, diskriminasi upah, hingga terbatasnya kesempatan karier juga masih menjadi masalah saat ini.

"Karena itu, isu perempuan tidak boleh hanya dibebankan kepada perempuan. Kelompok rentan harus diperjuangkan oleh mereka yang lebih kuat—seperti halnya isu disabilitas, yang tidak hanya diperjuangkan oleh penyandang disabilitas. Prinsip yang sama berlaku bagi perempuan,” tegas Prijadi.

Pilihan Editor: Mengulik Logo dan Tema Hari Ibu 2024, Peringatan ke-96

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |