CANTIKA.COM, Jakarta - Ada istilah populer dalam literatur hubungan yang dikenal dengan Revenge Cheating yaitu ketika seseorang yang menjadi korban perselingkuhan kemudian membalas dengan selingkuh pada pasangannya, sebagai bentuk “pembalasan”.
Pada banyak kasus perselingkuhan, orang yang dikhianati ternyata tidak selalu memilih “move on dengan menjauh” sebagian justru bisa berakhir mengulangi pola yang sama terhadap pasangan berikutnya. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Alasan utamanya sering bersifat emosional: kemarahan, sakit hati, rasa pengkhianatan, dan keinginan agar pasangan merasakan sakit yang sama. Bagi sebagian korban, melakukan selingkuh menjadi cara untuk “memulihkan harga diri” atau “mengembalikan kendali” setelah merasa dikhianati bahkan jika hanya sementara.
Salah satu faktor yang paling banyak diteliti adalah gaya attachment (keterikatan emosional). Dalam meta-analisis baru-baru ini, ditemukan bahwa individu yang memiliki gaya attachment dengan tingkat kecemasan (anxiety) atau penghindaran (avoidance) lebih rentan terhadap perselingkuhan.
Artinya: jika seseorang sudah tumbuh dengan pengalaman membentuk kedekatan yang sulit misalnya sulit percaya, takut terlalu dekat, takut terluka ketika mereka menjadi korban perselingkuhan, luka itu bisa memperparah insecure attachment dan kecemasan. Akibatnya, dalam relasi berikutnya mereka mungkin sulit membangun ikatan sehat dan potensi untuk selingkuh meningkat
Bukan hanya gaya keterikatan, ketidakpuasan dalam hubungan lama (misalnya perasaan diabaikan, kurang mendapatkan dukungan emosional, kurang dihargai) juga sangat berperan dalam infidelity. Dalam survei terhadap sekitar 495 orang dewasa, responden yang mengaku berselingkuh menyebut banyak motivasi: kemarahan (misalnya untuk balas pengkhianatan), rasa rendah diri, kurang cinta, kurang komitmen, keinginan variasi, serta kebutuhan untuk validasi atau penghargaan.
Apakah Semua Korban Akan Selingkuh?
Penting untuk ditegaskan bahwa tidak semua orang yang diselingkuhi akan membalas dengan selingkuh. Banyak korban justru memilih healing, refleksi, atau move on dengan sehat bahkan tanpa membalas dendam. Riset menunjukkan bahwa:
Motivasi untuk selingkuh sangat beragam: bisa karena rasa kurang cinta, kurang komitmen, butuh variasi, ketidakpuasan emosional atau seksual, dan faktor situasional, bukan selalu karena trauma masa lalu.
Seseorang yang sadar dengan luka batin dan memprosesnya (misalnya lewat refleksi, terapi, atau dukungan sosial) lebih mungkin menghindari pola “mengulangi kesalahan”.
Faktor karakter pribadi seperti integritas, self-esteem, kematangan emosional, kemampuan komunikasi sangat menentukan apakah seseorang akan memilih selingkuh atau bangkit dari trauma tanpa merusak dirinya sendiri maupun orang lain.
Pilihan Editor: 8 Teknik Grounding Mental untuk Redakan Kecemasan
PSYCHOLOGY TODAY | SCIENCE DIRECT | SCIENTIFIC AMERICAN
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.


















































