UU TNI Digugat ke MK, Menhan Klaim Sudah Final

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin merespons ramainya gugatan dari mahasiswa hingga masyarakat sipil terhadap Undang-undang TNI (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, aturan baru untuk tentara itu sudah final.

"Kami sudah tidak bicara lagi. Presiden sudah tanda tangan dan sudah berlaku," katanya ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 30 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan, tidak ada urusan politik dalam UU TNI itu. Menurut Sjafrie, undang-undang yang baru disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 20 Maret lalu hanya untuk penegasan pembagian tugas militer.

"TNI tidak akan berbuat sesuatu yang macam-macam," ujarnya.

Sjafrie meminta kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh terhadap isu-isu yang berkembang ihwal UU TNI. Termasuk upaya membangkitkan dwifungsi militer.

Namun, dia mengaku memahami keresahan dari publik ihwal kekhawatiran tersebut. "Keresahan masyarakat itu akibat ketidakjelasan," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas justru mempersilakan masyarakat yang tidak sepakat UU TNI menempuh judicial review di Mahkamah Konstitusi. Menurut Supratman, hal itu merupakan hak masyarakat.

"(Judicial review bagaimana?) semua boleh. Karena struktur ketenagaran baku," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.

Politikus Partai Gerindra ini menyadari tidak semua masyarakat sepakat UU TNI. Meski begitu, dia meminta masyarakat memberikan kesempatan UU TNI berjalan. "Beri kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan UU TNI," kata dia.

UU TNI Digugat ke MK 

Adapun mahasiswa hingga masyarakat sipil mengajukan gugatan UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Misalnya yang dilakukan oleh sembilan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Mereka mengajukan uji materi UU TNI ke MK sehari setelah undang-undang disahkan.

Mahasiswa UI menggugat UU ke MK sebagai wujud penolakan terhadap proses pengesahan revisi UU TNI yang dianggap bermasalah. “Kami ingin menunjukkan kepada pemerintah, masyarakat tetap konsisten melakukan gerakan perlawanan,” ujar Abu Rizal Biladina, kuasa hukum pemohon, pada Rabu, 26 Maret 2025.

Rizal resmi mengajukan permohonan gugatan pada Jumat, 21 Maret 2025. MK meregistrasi gugatan itu dengan nomor perkara 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Rizal bertindak sebagai kuasa hukum pemohon bersama dengan Muhamad. Adapun ketujuh rekannya terdaftar sebagai pemohon gugatan.

Selain itu, gugatan juga dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Direktur Eksekutif Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan pengajuan uji materi itu sebagai koreksi terhadap pengesahan revisi UU TNI yang dinilai bermasalah secara formal dan material.

“Ini kritik atas upaya legalisasi dwifungsi TNI melalui pengesahan revisi Undang-Undang TNI, koalisi akan mengajukan judicial review Undang-Undang TNI,” ujar Ardi, Kamis, 27 Maret 2025.

Teranyar, mahasiswa dari kampus Batam mengajukan uji materi terhadap pengesahan UU TNI di MK. Mereka adalah Hidayatuddin sebagai pemohon, Respati Hadinata, serta empat kuasa hukumnya, yakni Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Jamaludin Lobang, dan Otniel Raja Maruli Situmorang.

Mereka meminta kepada MK untuk menyatakan UU TNI itu bersifat inkonstitusional. Para pemohon turut menuntut ganti rugi sebesar Rp 50 miliar dari DPR, Rp 25 miliar dari presiden, dan Rp 5 miliar dari Badan Legislasi DPR, untuk disetor ke kas negara. 

Mereka juga mengajukan uang paksa harian jika putusan MK tidak dijalankan. Rinciannya, masing-masing Rp 25 miliar untuk DPR, Rp 12,5 miliar untuk presiden, dan Rp 2,5 miliar untuk Baleg DPR.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |