Membedah Batasan Tarif Trump, Apa yang Termasuk Film Asing?

20 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden AS Donald Trump untuk menerapkan tarif impor 100 persen terhadap film asing alias tarif Trump, telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pelaku industri film global, termasuk India, Inggris, dan Korea Selatan.

Kebijakan ini diklaim bertujuan menyelamatkan industri film Amerika, terutama Hollywood yang disebut Trump mengalami kematian cepat. Namun, apa sebenarnya yang dikategorikan sebagai film asing? Sebab dalam era produksi lintas negara, batas-batas tersebut tak selalu jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut adalah lima kriteria utama yang kemungkinan besar akan menentukan apakah suatu film diklasifikasikan sebagai “film asing” menurut kerangka kebijakan tarif Trump.

  1. Lokasi Produksi di Luar Wilayah AS

Faktor pertama yang kemungkinan besar dijadikan tolok ukur adalah lokasi syuting. Meskipun pendanaannya berasal dari AS, film yang diproduksi di luar negeri bisa dianggap sebagai film asing. Contohnya, film Wicked (2024) meski merupakan produksi Hollywood, namun difilmkan di Sky Studios Elstree di Inggris.

Demikian pula dengan Barbie (2023), yang sebagian besar produksinya dilakukan di Leavesden, Hertfordshire, Inggris. Meski mengusung suasana California, rumah ikonik Barbie justru dibangun di Inggris.

Hal serupa juga terjadi pada film Wonka yang dibuat di lokasi yang sama. Kebijakan ini bisa menyasar film semacam ini meskipun mereka berkontribusi besar pada perekonomian lokal negara tempat produksi.

  1. Rumah Produksi Non-Amerika

Film yang dikerjakan oleh perusahaan di luar AS hampir pasti masuk kategori “asing”. Ini menjadi perhatian utama bagi rumah produksi seperti Eros International India, yang banyak merilis film untuk diaspora di AS.

Suniel Wadhwa dari Karmic Films, India menyatakan bahwa bahkan jika perusahaan India memiliki kantor di AS, film tetap akan dianggap asing jika dibuat di luar negeri.

“Hal ini akan berdampak luas tidak hanya pada bisnis film India tetapi juga pada anggaran dan produksi mereka. Harus ada dialog yang berorientasi pada hasil antara pemerintah India dan AS untuk mengurangi risiko," kata Wadhwa, seperti dikutip dari India Times.

  1. Kru dan Pemeran Non-Amerika

Kriteria lain yang disinyalir akan digunakan adalah dominasi kru dan pemeran asing. Sebuah film bisa diproduksi oleh studio Amerika, tetapi jika mayoritas pemain dan kru berasal dari luar negeri, maka film itu mungkin akan dikenai tarif.

Misalnya, The Fall Guy dan Kingdom of the Planet of the Apes adalah film produksi AS yang sepenuhnya difilmkan di Australia dengan kru dan insentif dari pemerintah setempat. Bahkan film Nosferatu dibuat di Praha, Republik Ceko.

  1. Sumber Dana Produksi dari Luar Negeri entitas

Sumber pendanaan juga dapat menjadi indikator penting. Jika film didanai oleh sumber asing atau memiliki keterlibatan keuangan utama dari luar AS, maka kemungkinan besar film tersebut akan masuk kategori dikenakan tarif. Sayangnya, dalam era kolaborasi lintas negara seperti sekarang, pembiayaan produksi sering melibatkan investor dari beberapa negara.

  1. Bahasa Asing dan Pasar Utama Non-AS

Terakhir, film yang menggunakan bahasa non-Inggris dan menargetkan pasar internasional mungkin lebih cepat dianggap sebagai film asing. Parasite dan Dangal adalah contoh film dengan bahasa lokal yang meraih sukses di AS.

Bahkan film seperti The King of Kings dari Korea Selatan yang berbahasa Inggris dan menggunakan aktor Hollywood masih berada di zona abu-abu. Apalagi banyak film Bollywood yang mengambil latar di New York atau Miami, namun tetap dianggap produksi India. Ketidakjelasan batasan ini menciptakan kebingungan besar di industri.

“Terlalu banyak ketidakpastian, dan langkah terbaru ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban,” ujar analis PP Foresight, Paolo Pescatore, sebagaimana dikutip dari Aljazeera.

Biaya tambahan dari tarif ini berpotensi diteruskan ke konsumen, atau justru memaksa produser beralih ke distribusi digital. Dalam jangka panjang, kebijakan ini bisa menghambat kerja sama lintas negara dan mengurangi kehadiran film asing di bioskop AS, sebuah kondisi yang merugikan bukan hanya pembuat film luar negeri, tapi juga industri hiburan Amerika sendiri.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |