TEMPO.CO, Jakarta - Hari Malaria Sedunia diperingati setiap tanggal 25 April ini pertama kali diadakan pada tahun 2008 dan dikembangkan dari Hari Malaria Afrika untuk meningkatkan kesadaran akan upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit malaria.
Malaria adalah penyakit berbahaya yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit. Penyakit ini tidak menular dari orang ke orang, dan sebagian besar ditemukan di negara-negara tropis. Meski bisa dicegah dan disembuhkan, malaria tetap menjadi penyebab kematian yang serius jika tidak ditangani sejak awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru besar Prodi Farmasi FIKES Esa Unggul, Prof. Maksum Radji dilansir dari laman resmi Universitas Esa Unggul menyampaikan bahwa dari World Malaria Report yang diterbitkan pada Desember 2022, malaria telah merenggut nyawa sekitar 619.000 orang pada tahun 2021 yang terjadi peningkatan sekitar 247 juta kasus baru malaria di 84 negara endemis pada tahun 2021 dibandingkan dengan 245 juta pada tahun 2020. Indonesia sendiri termasuk dalam daftar tersebut, dengan jumlah kasus mencapai 443.530 dengan 89 persen kasus berasal dari Provinsi Papua.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 94 persen dari semua kematian akibat malaria terjadi di Afrika, dengan kasus terbanyak pada anak di bawah 5 tahun. Malaria yang sering terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles memang mudah terjangkit kepada anak-anak terutama dilingkungan yang tidak sehat.
Dilansir dari Antara, 25 April 2025, gejala awal malaria biasanya muncul dalam 10–15 hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi dengan gelajanya bisa ringan, tapi bisa berkembang menjadi kondisi yang mengancam jiwa. Berikut beberapa gejala malaria yang umum:
- Demam
- Sakit kepala
- Menggigil
Pada kasus yang lebih serius, malaria bahkan bisa menyebabkan:
- Kelelahan ekstrem
- Penurunan kesadaran
- Kejang berulang
- Sesak napas
- Urin berwarna gelap atau berdarah
- Kulit dan mata menguning (jaundice)
- Perdarahan tidak normal
Pengobatan sejak dini dapat mencegah kondisi ringan berkembang menjadi parah karena risiko lebih tinggi dari komplikasi akibat malaria terutama pada bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun, ibu hamil, orang dengan HIV/AIDS, pelancong ke daerah endemis serta orang yang belum pernah terpapar malaria kemungkinannya lebih besar untuk mengalami gejala berat.
Pada ibu hamil, infeksi malaria dapat menyebabkan dampak serius seperti kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah, yang dapat membahayakan keselamatan ibu maupun anak. Kematian akibat malaria ini biasanya berhubungan dengan satu atau lebih komplikasi serius, yakni malaria otak, kesulitan bernapas karena endapan cairan di paru-paru, lalu kegagalan organ karena malaria dapat merusak ginjal, hati, atau menyebabkan limpa pecah serta anemia dan gula darah rendah.
Dalam pencegahan, WHO menyampaikan bahwa orang yang tinggal atau sedang bepergian ke daerah yang sering terjadi malaria disarankan mengambil langkah-langkah untuk menghindari gigitan nyamuk dengan menutupi kulit, misalnya dengan baju lengan panjang, celana panjang, dan menyelipkan baju serta celana ke kaus kaki, mengoleskan obat nyamuk ke kulit, dan memasang kelambu pada tempat tidur serta konsultasi dokter sebelumnya tentang apakah harus atau tidaknya minum obat sebelum, selama, dan setelah perjalanan untuk membantu melindungi diri dari parasit malaria.