Akui Terima Suap, Hakim Pembebas Ronald Tannur: Saya Gagal Jadi Hakim

1 week ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, mengungkapkan penyesalannya karena terima suap dan gratifikasi dalam memutus perkara Ronald Tannur. Keduanya adalah majelis hakim yang memutus bebas Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afrianti.

Erintuah Damanik adalah Ketua Majelis, sedangkan Mangapul beserta Heru Hanindyo menjadi anggotanya.

Mulanya, penasihat hukum Erintuah bertanya kepada hakim PN Surabaya nonaktif itu. Ia ingin mengetahui apa alasan Erintuah Damanik mengakui kesalahannya. "Saudara saksi ini sebenarnya tahu, sejak awal kita bisa melawan dengan formalitas," kata pengacara Erintuah di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 8 April 2025. "Misalnya tentang tertangkap tangan, kita bisa melawan itu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mencontohkan, tidak ada saksi yang melihat ada penyerahan uang untuk mengurus perkara Ronald Tannur. Selain itu, tak ada bukti seperti rekaman kamera pengawasan atau CCTV, chat, atau suara telepon. "Si pemberi pun di persidangan ini membantah tidak pernah memberikan," kata penasihat hukum Erintuah. "Lalu, mengapa saudara saksi mau mengakui ini semua?" 

Erintuah pun menjawab, apa gunanya menjadi hakim yang meminta orang untuk jujur bila dia sendiri tidak jujur. "Saya sudah gagal jadi hakim," ujarnya.

Selain itu, ia telah mendalami firman Tuhan dalam Alkitab. Hal ini lah yang membuatnya mengakui telah menerima suap untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Jaksa juga bertanya kepada kedua terdakwa. "Dengan kejadian ini, Pak Erintuah sama Pak Mangapul menyesal?"

Erintuah mengatakan dia benar-benar menyesal. Ia menyebut dirinya bak pelari marathon yang satu setengah tahun lagi akan pensiun. "Di tengah jalan, satu setengah tahun itu, tidak mencapai ke finish, Pak," ujar Erintuah.

Ia terdiam sejenak. "Saya tidak bisa mengakhiri pertandingan saya."

Jaksa Penuntut Umum bertanya, "kalau Pak Mangapul?"

"Kalau ditanya menyesal, ya saya menyesal sekali," ujar Mangapul.

Mangapul mengatakan, dia telah berkarier menjadi hakim selama 25 tahun. Bahkan, lama kariernya mencapai 35 tahun bila dihitung sejak dia menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Mahkamah Agung. Selama itu, Mangapul menyebut belum pernah diperiksa oleh Komisi Yudisial maupun Badan Pengawasan Mahkamah Agung. 

"Tapi pada saat kejadian ini, saya rasanya sama dengan Pak Damanik, seperti disiram apa namanya itu? (Karier) langsung jatuh, tidak ada artinya sama sekali," tutur Mangapul.

Sementara itu, Heru Hanindyo memiliki pendapat berbeda. Ia bersikukuh tidak menerima suap atau gratifikasi untuk mengurus perkara Ronald Tannur.

Dalam perkara suap hakim dan gratifikasi ini, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (S$). Jaksa Penuntut Umum atau JPU menduga hadiah atau janji itu untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada tiga hakim tersebut. Ketiganya diduga telah mengetahui uang yang diberikan oleh pengacara Lisa Rahcmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap kliennya, Ronald Tannur, dari seluruh dakwaan penuntut umum.

Selain itu, jaksa penuntut umum menilai Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Duit uang diterima itu sebesar Rp 97,5 juta, S$ 32 ribu, dan 35.992,25 ringgit (RM). 

Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, 2.000 dolar Amerika Serikat (US$), dan S$ 6.000.

Sedangkan Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 104.500.000 atau Rp 104,5 juta, US$ 18.400, S$ 19.100, 100.000 yen, 6.000 euro, dan 21.715 riyal.

Ketiganya didakwa menerima suap ihwal vonis bebas Ronald Tannur yang melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas penerimaan gratifikasinya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Pilihan Editor: Pekerja Migran Bertaruh Nasib di Kamboja

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |