RUU Perampasan Aset: Prabowo Mendesak, DPR Tunggu RUU KUHAP

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyatakan pemerintah akan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset, yang saat ini mandeg di DPR ketika pidato di depan buruh dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2025 di Monas.

"Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset," kata Prabowo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menekankan bahwa tidak boleh ada kompromi terhadap koruptor yang enggan mengembalikan hasil kejahatannya. "Enak saja sudah nyolong, nggak mau kembalikan aset. Saya tarik saja itu. Setuju?" ujarnya, disambut sorak sorai buruh.

RUU Perampasan Aset digagas sejak 2008 di masa Pemerintahan SBY.  RUU ini diinisiasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK )di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

RUU Perampasan Aset pun telah keluar masuk dalam Program Legislasi Nasional. Pada 2010 draf RUU Perampasan Aset selesai dibahas antarkementerian dan siap diserahkan kepada presiden untuk diusulkan kepada DPR RI.

Dalam ranah legislatif, perkembangan terakhir RUU Perampasan Aset gagal masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025. Padahal, RUU Perampasan Aset sebelumnya berhasil masuk prolegnas prioritas 2023 dan 2024 meski juga tidak kunjung dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

RUU Perampasan Aset juga telah mengalami dua kali perubahan draf. Hal ini disebabkan karena adanya pasal yang dianggap kontroversial.

Beberapa pasal yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 2, 3, 5 ayat 2 dan Pasal 7. Pasal 2 membahas perampasan aset tidak harus melalui proses pemindanaan pelaku. Pasal 3, perampasan aset tidak menghapus penuntutan kepada pelaku pencucian uang dan perampasan tidak bisa digugat.

Pasal 5 ayat 2 mengatur perampasan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal-usulnya. Pasal tersebut menjadi kontroversi karena aset bisa disita tanpa proses pembuktian di pengadilan.

Ada pun Pasal 7 memungkinkan perampasan aset terhadap tersangka atau terdakwa yang meninggal dunia, melarikan diri, atau diputus lepas dari tuntutan hukum.

Sinyal Kuat Prabowo

Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menilai pernyataan Presiden Prabowo merupakan sinyal kuat adanya urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset.

"Dengan Presiden Prabowo yang sudah menyatakan sikap, maka merupakan peluang untuk membuktikan upaya pemberantasan korupsi," ucap Hardjuno seperti dikutip Antara, Kamis, 1 Mei 2025.

Menurut dia, saat ini diperlukan komitmen para menteri di kabinet dan mayoritas anggota DPR, yang notabene merupakan partai-partai koalisi Presiden, untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai agenda prioritas.

Dirinya berpendapat pengesahan RUU Perampasan Aset bukan merupakan sekadar langkah mengatasi ketimpangan antara kerugian negara akibat korupsi dan restitusi yang diterima oleh negara.

Akan tetapi, pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai menjadi instrumen penting dan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan oleh Pemerintah ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Namun hingga kini tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset menyangkut urusan politik.

DPR: Tunggu RUU KUHAP

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset masih menunggu Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) rampung terlebih dahulu.

"Jadi setelah KUHAP baru kami garap (RUU Perampasan Aset), kan ada dua tuh yang menunggu KUHAP ini, Undang-Undang Perampasan Aset dan juga Undang-Undang Kepolisian. Kan semua menunggu KUHAP," kata Adies kepada Antara di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

Sebab, kata dia, dalam KUHAP nantinya akan memuat mekanisme ketentuan perampasan aset hasil tindak pidana.

"Seluruh pidana intinya di KUHAP. KUHAP ini nanti yang mengatur bagaimana tentang perampasan aset ini," ucapnya.

Setelah pembahasan RUU KUHAP rampung, akan disinkronkan dengan RUU Perampasan Aset dan RUU lainnya.

"Kalau KUHAP-nya sudah selesai, ya itu disinkronkan jangan sampai nanti Undang-Undang Kepolisian atau Perampasan Aset kami garap, nanti hasilnya KUHAP lain, kan enggak sinkron. Nah, kan (nanti) revisi lagi, kerja dua kali," ujarnya.

Dia juga menyebut langkah tersebut diperlukan agar mekanisme perampasan aset tidak dilakukan atas dasar penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Meski demikian, dia menegaskan sejalan terhadap iktikad Presiden Prabowo yang mendukung hadirnya RUU Perampasan Aset sehingga akan mendorong komisi terkait untuk tidak berlarut dalam membahasnya.

"Kami prinsipnya setuju dengan Pak Presiden, kami segera membahas itu makanya kami nanti koordinasi dengan teman-teman di Komisi III untuk lebih sedikit agresif menyelesaikan RUU KUHAP," kata dia.

Hanya 13 Persen Hasil Korupsi Bisa Ditarik

ICW atau Indonesian Corruption Watch dalam laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi dari 2015 hingga 2023, terdapat 46 kasus yang melibatkan anggota keluarga.

Selain itu, ada 87 tersangka rasuah, dengan 44 persen atau 39 orang di antaranya adalah anggota keluarga tersangka.

Menurut laporan Tren Vonis ICW pada 2019-2023, rata-rata pengembalian uang pengganti oleh koruptor ke kas negara hanya 13 persen dari total kerugian negara akibat korupsi. Padahal nilai kerugian negara pada kurun waktu tersebut sampai Rp 234,8 triliun.

Amelia Rahima Sari, Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor Nestapa Pekerja Judi Online Kamboja: Diperlakukan Seperti Hewan

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |