TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mewajibkan penyelenggara sistem elektronik menyediakan informasi batasan minimal usia anak dan mekanisme verifikasi pengguna anak untuk menggunakan produk, layanan, dan fitur elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kewajiban ini tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 Tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Perlindungan Anak yang disahkan Presiden Prabowo Subianto pada Jumat, 28 Maret 2025.
Pasal 2 ayat (1) beleid tersebut menyebutkan bahwa syarat ini merupakan kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses produknya.
“Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk atau layanannya; mekanisme verifikasi pengguna anak; dan mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak,” bunyi Pasal 2 ayat (4).
Produk, layanan, dan fitur yang mungkin digunakan atau diakses oleh anak didasarkan pada indikator penilaian, misalnya, produk atau fitur elektronik tersebut ditujukkan untuk digunakan anak-anak; ada bukti kuat komposisi pengguna yang mengakses layanan atau produk elektronik itu adalah anak; dan iklan terkait produk atau layanan ditujukan kepada anak; serta substansi produk atau layanan terbukti digunakan atau diakses oleh anak.
“Indikator penilaian yang menunjukkan produk, layanan, dan fitur yang mungkin digunakan atau diakses oleh anak ditetapkan dengan Keputusan Menteri,” bunyi Pasal 4 ayat (3).
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid belum merespons konfirmasi Tempo atas aturan yang ditandatanganinya itu. Namun, dalam penyertanaan publik sebelumnya, ia mengatakan bahwa ia sedang menyiapkan aturan untuk membatasi usia anak mengakses ruang digital.
Menurut Meutya, batas usia anak mengakses ruang digital diatur berdasarkan beberapa kategori. Pemerintah mengatur usia maksimal 18 tahun, sesusai definisi anak yang diatur dalam undang-undang.
“Kami tidak menerapkan pukul rata. Karena yang diperhatikan oleh tim kami adalah melihat tumbuh kembang anak,” ujarnya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 28 Maret 2025.
Meutya menjelaskan, platform berisiko rendah pada tumbuh kembang anak sudah bisa diakses secara mandiri sejak usia 13 tahun. Kemudian, flatform dengan konten berisiko kecil sampai sedang terhadap tumbuh kembang anak bisa diakses secara mandiri oleh anak usia 16 tahun.
Sementara ruang digital berisiko tinggi memberi dampak buruk terhadap tumbuh kembang anak, baru bisa diakses secara mandiri oleh anak usia 18 tahun.
Lewat peraturan ini, Meutya berharap hak-hak anak Indonesia bisa lebih terlindungi. Mereka bisa tumbuh dengan baik tanpa terkontaminasi konten-konten buruk seperti pornografi.
“Karena tanpa disadari, hanya dengan satu klik yang salah, anak itu bisa terpapar dengan konten yang tidak pantas. Anak itu bisa menjadi korban predator digital dan menjadi korban eksploitasi di ruang siber,” tutur Meutya menjelaskan urgensi aturan perlindungan anak.