TEMPO.CO, Jakarta - Penerimaan negara sektor kepabeanan dan cukai hingga Maret 2025 tercatat Rp 77,5 triliun atau naik 9,6 Persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan melaporkan nilai tersebut telah mencapai 25,7 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Total penerimaan dikumpulkan dari bea masuk, bea keluar dan cukai. “Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan signifikan dari penerimaan bea keluar dan cukai,” ucap Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo lewat keterangan resmi dikutip Jumat, 16 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budi, bea keluar mencatatkan penerimaan sebesar Rp 8,8 triliun atau melonjak 110,6 persen secara tahunan (yoy). Lonjakan ini sebagian besar didorong oleh penerimaan dari produk sawit yang mencapai Rp 7,9 triliun, dipicu oleh kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) global menjadi US$ 95 per metrik ton.
Penerimaan juga berasal dari realisasi bea keluar konsentrat tembaga sebesar Rp 807,7 miliar, sejalan dengan terbitnya kebijakan ekspor. Sementara itu, bea masuk mengalami penurunan 5,8 persen (yoy) menjadi Rp 11,3 triliun.
Penurunan pendapatan negara dari bea masuk menurut Budi dipengaruhi oleh penurunan tarif efektif akibat meningkatnya pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas atau FTA. Serta turunnya bea masuk pada komoditas strategis seperti beras, gula, dan kendaraan bermotor.
Selain penerimaan dari sektor kepabeanan, penerimaan cukai juga menunjukkan pertumbuhan positif, yakni mencapai Rp 57,4 triliun atau naik 5,3 persen (yoy). Kontribusi terbesar dihasilkan dari penerimaan cukai hasil tembakau (HT) sebesar Rp 55,7 triliun atau tumbuh 5,6 persen (yoy). Kinerja ini turut didukung oleh penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang mencapai Rp 1,6 triliun dan penerimaan dari cukai etil alkohol (EA) Rp 35,8 miliar.