TEMPO.CO, Jakarta - Julukan “Paus Pinggiran” melekat erat pada sosok Paus Fransiskus. Bukan semata karena ia datang dari Argentina yang jauh dari pusat kekatolikan Eropa, melainkan karena keberpihakannya yang konsisten kepada mereka yang terpinggirkan, baik secara geografis maupun eksistensial.
Dalam siaran pers yang dirilis oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, disebutkan bahwa istilah “pinggiran” tidak hanya dimaknai secara geografis, namun juga secara eksistensial. “Istilah periferi, pinggiran, tidak semata berarti secara geografis, tetapi juga pinggiran eksistensial: misteri dosa, penderitaan, ketidakadilan, ketidaktahuan dan ketidakpedulian terhadap agama,” tulis KBRI Takhta Suci Vatikan dalam pernyataan resminya, Senin, 21 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paus Fransiskus dinilai selalu menaruh perhatian terhadap wilayah-wilayah yang dilupakan dunia, di tengah sorotan yang cenderung berfokus pada pusat-pusat konflik global yang mendapat perhatian luas media. “Ia tidak pernah gagal menyalurkan doanya ke beberapa daerah yang paling terpukul, namun paling dilupakan oleh dunia,” lanjut siaran pers itu.
Salah satu tindakan yang paling menggambarkan watak kerendahan hati dan kepedulian Paus Fransiskus terjadi pada April 2019. Dalam pertemuan dengan Presiden Salva Kiir dan pemimpin oposisi Riek Machar dari Sudan Selatan, Paus Fransiskus berlutut dan mencium kaki mereka—sebuah gestur langka yang mengguncang dunia.
“Dalam kerendahan hatinya, Paus mencium kaki mereka, mendesak para pemimpin untuk meletakkan senjata mereka dan menempuh jalan perdamaian,” tulis KBRI.
Aksi itu tak hanya mencerminkan belas kasih seorang pemimpin agama, tapi juga menghidupkan kembali semangat Gereja untuk keluar dari dirinya dan menyentuh batas-batas kemanusiaan.
Kabar wafatnya Paus Fransiskus disampaikan oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Kamar Apostolik, pada Senin pukul 09.45 waktu Vatikan. "Saudara-saudari terkasih, dengan dukacita yang mendalam saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci kita, Fransiskus. Pada pukul 7.35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, kembali ke rumah Bapa. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya," ujar Kardinal Farell dilansir dari situs Vatikan, Senin.
Sebelumnya, sejak Februari lalu, Paus menjalani perawatan di rumah sakit akibat pneumonia ganda. Ia dirawat selama 38 hari dan selanjutnya menjalani pemulihan di kediamannya, di Casa Santa Marta. Sebelum wafat, Paus Fransiskus menyampaikan pesan Paskah soal gencatan senjata di Gaza. Pesan tersebut dibacakan oleh seorang ajudan, pada Ahad, 20 April 2025. Ia hanya muncul sesaat di momen tersebut.
Paus menggambarkan situasi Gaza sebagai dramatis dan menyedihkan. Ia mendesak Hamas segera melepaskan seluruh sandera yang masih ditahan dan mengutuk maraknya antisemitisme global yang disebut mengkhawatirkan. “Saya menyampaikan kedekatan saya dengan penderitaan rakyat Israel dan Palestina,” ujarnya seperti dilansir dari Channel News Asia. “Saya mendesak semua pihak yang bertikai: hentikan peperangan, bebaskan sandera, dan bantu rakyat yang kelaparan demi masa depan yang damai.”