Menteri Agraria Akan Cek Status Kepemilikan Lahan Sengketa BMKG dan GRIb Jaya

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menyatakan akan mengecek status kepemilikan lahan dalam sengketa antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu atau GRIB Jaya di Tangerang Selatan. Dia berujar, tanah negara yang masuk dalam barang milik negara (BMN), terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Apakah sudah mendapatkan sertifikat apa belum. Selama masih tercatat di DJKN itu kami akan anggap sebagai BMN," kata dia di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Mei 2025.

Nusron juga akan mengecek bila lahan itu diklaim milik ahli waris. Nusron akan mengecek surat atau warkatnya. Selain itu, Nusron mengatakan akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebelummya mengatakan belum mengatahui kabar organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu atau GRIB Jaya menduduki lahan BMKG.

Meski begitu, Prasetyo mengatakan, aparat kepolisian sudah melakukan penegakan pemberantasan tindakan premanisme sejak dua pekan lalu. “Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan seluruh jajaranya secara masif melakukan penegakan pemberantasan premanisme ini,” kata dia di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Mei 2025.

Prasetyo mengatakan, dari penegakan itu, ada banyak bentuk premanisme yang ditemukan. Premanisme itu ada yang dilakukan secara individu dan kelompok. Kelompok ini dikemas dalam bentuk organisasi masyarakat dan organisasi pengusaha. “Mulai pakai dasi sampai yang enggak menggunakan apa-apa,” kata dia.

BMKG sebelumya melaporkan GRIB Jaya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak.

Adapun, BMKG melaporkan GRIB Jaya melalui surat laporan bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025. BMKG juga mengajukan permohonan bantuan pengamanan terhadap aset tanah milik lembaga seluas 127.780 meter persegi tersebut.

"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap Ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," kata Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025, seperti dikutip dari laporan Antara.

Surat laporan tersebut juga ditembuskan kepada berbagai lembaga, termasuk Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Tangerang Selatan, dan Polsek Pondok Aren.

Menurut Taufan, gangguan terhadap keamanan lahan itu telah terjadi sejak hampir dua tahun lalu, dan menghambat pembangunan Gedung Arsip BMKG yang telah dimulai sejak November 2023. Aktivitas pembangunan kerap dihentikan oleh massa yang mengklaim sebagai ahli waris lahan. Tak hanya itu, pekerja juga diintimidasi, alat berat dipaksa keluar dari lokasi, dan papan proyek ditutupi dengan klaim "Tanah Milik Ahli Waris".

BMKG memastikan lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Kepemilikan tersebut telah dikuatkan oleh sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.

GRIB Jaya menyatakan, langkah pendudukan lahan dilakukan organisasinya untuk membela ahli waris dan masyarakat yang telah menempati lahan seluas 127.780 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten.

Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya Wilson Colling mengatakan perkara tanah tersebut sudah terjadi sejak dua tahun lalu dan ditangani oleh timnya. “Tim advokasi tidak ujug-ujug menerima kasus tersebut. Kami memeriksa seluruh data dan dokumen untuk melakukan pembelaan,” kata Wilson dalam keterangan di YouTube GRIB Jaya, Jumat, 23 Mei 2025. Tempo telah mendapat izin untuk mengutip siaran tersebut.

Wilson mengklaim, akar sengketa tanah tersebut sudah bermula dari 1992. Namun, klaim dia, tidak ada klausul putusan yang konkret bahwa masyarakat atau ahli waris yang menempati lahan tersebut untuk keluar. “Tidak ada satu pun perintah (pengadilan) untuk eksekusi,” ujar dia.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |