Mengapa Kampus Muhammadiyah Tak Beri Gelar Profesor Kehormatan

4 hours ago 1

PIMPINAN Pusat atau PP Muhammadiyah memastikan seluruh perguruan tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) tidak pernah memberikan gelar profesor kehormatan kepada siapa pun, baik tokoh dari luar maupun internal persyarikatan. “Kalau yang begitu-begitu (pemberian gelar profesor kehormatan), sampai sekarang ini belum pernah ada," ujar Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pendidikan Irwan Akib saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat, 11 April 2025, seperti dikutip dari Antara.

Irwan menilai pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis, 10 April 2025, soal pelarangan pemberian gelar profesor kehormatan oleh PTMA sebagai sesuatu yang logis dan sesuai dengan prinsip dasar akademik.

Dia menuturkan profesor adalah jabatan akademik tertinggi dalam jenjang karier dosen yang harus diraih melalui prosedur resmi. “Profesor itu bukan gelar, tetapi jabatan akademik. Profesor jenjang jabatan akademik dari seorang dosen. Sehingga tentu kalau yang di luar dosen, bukan jalurnya untuk langsung menjadi profesor,” tuturnya.

Jenjang jabatan akademik dosen, kata dia, dimulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar atau profesor. Setiap jenjang pun harus ditempuh melalui pengumpulan angka kredit (KUM) berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ketiga hal itu ada aturannya.

Irwan memastikan seluruh PTMA selama ini patuh terhadap prinsip tersebut. Meskipun tanpa keputusan tertulis secara resmi terkait larangan pemberian gelar profesor kehormatan, dia menyebutkan itu sudah menjadi prinsip normatif yang dianut Muhammadiyah. “Tanpa diputuskan di rapat, itu kan hal yang normatif saja dan itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah bahwa kita mengikuti jalur akademik yang berlaku,” ujarnya.

Dia menjamin 431 profesor aktif di lingkungan PTMA seluruhnya merupakan dosen yang meraih jabatan guru besar melalui mekanisme akademik resmi.

Dia menilai pernyataan Haedar Nashir yang disampaikan saat memberikan sambutan pada pengukuhan Rektor UMP sebagai guru besar itu juga dilandasi keprihatinan atas maraknya fenomena pemberian gelar profesor kehormatan. “Mungkin beliau melihat fenomena itu banyak, ada berapa guru besar atau profesor kehormatan, kemudian untuk menjaga marwahnya PTMA kita, beliau menyampaikan itu,” kata dia.

Meski demikian, kata dia, Muhammadiyah tidak ingin mencampuri kebijakan kampus lain yang memilih memberikan gelar profesor kehormatan atau guru besar kehormatan. “Kami tidak bisa mencampuri mereka, itu kan urusan mereka,” tutur Irwan.

Haedar Nashir Larang PTMA Beri Gelar Profesor Kehormatan

Sebelumnya, Haedar Nashir melarang seluruh perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah memberikan gelar profesor kehormatan kepada siapa pun. Dia menyampaikan hal itu dalam sambutan pada acara Pengukuhan Rektor UMP Jebul Suroso sebagai Guru Besar Bidang Manajemen Keperawatan.

“Pesan kami dari PP Muhammadiyah, PTMA jangan ikut-ikutan kasih gelar profesor kehormatan karena profesor itu melekat dengan profesi dan institusinya, karena itu jabatan,” katanya.

Meski belum ada surat keputusan tentang hal itu, dia mengharapkan pesan tersebut dianggap sebagai perintah Ketua Umum PP Muhammadiyah demi maruah dan kekuatan PTMA. Dia menyebutkan, hingga saat ini, seluruh PTMA telah memiliki 431 profesor setelah dikukuhkannya Jebul Suroso sebagai guru besar. “Dengan bertambahnya guru besar, harus berdampak signifikan bagi kualitas keunggulan dan peran strategis perguruan tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah," kata dia.

Abdul Mu'ti Setuju dengan Perintah Ketum PP Muhammadiyah

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan setuju dengan keputusan Haedar Nashir melarang PTMA memberikan gelar profesor kehormatan. Dia menuturkan larangan tersebut merupakan keputusan yang tepat untuk menjaga kredibilitas gelar akademik di Indonesia. 

“Karena, menurut saya, gelar guru besar itu memang harus sesuai dengan namanya guru besar, yang secara keilmuan itu dia tidak diragukan oleh orang lain,” ujar Mu’ti saat ditemui di kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.

Profesor kehormatan atau dikenal juga dengan Honoris Causa merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang yang dianggap berjasa atau berprestasi luar biasa di bidang tertentu. Gelar ini bisa diberikan tanpa harus menempuh pendidikan formal di perguruan tinggi yang memberikan gelar tersebut.

Mu’ti mencontohkan proses yang dia tempuh untuk mendapatkan gelar profesor. Dia menyebut butuh waktu lama dan tantangan yang tidak mudah hingga akhirnya bisa meraih gelar akademik tertinggi itu. “Jadi kesulitan itu adalah upaya untuk menjaga mutu dan juga menjaga marwah dari perguruan tinggi, dan juga marwah dari para guru besar itu sendiri,” tutur Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) itu.

Kemdiktisaintek Hormati Sikap PP Muhammadiyah

Adapun Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemediktisaintek) Togar M. Simatupang menghormati sikap PP Muhammadiyah yang melarang perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah memberikan gelar profesor kehormatan.

Dia menuturkan dasar hukum yang mengatur pemberian gelar kehormatan telah termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi serta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 38 Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.

“Pada aturan yang berlaku ada istilah ‘dapat’. Jadi diperbolehkan bagi perguruan tinggi untuk tidak menjalankan program tersebut,” kata Togar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Togar menilai langkah PP Muhammadiyah merupakan upaya melindungi dan menjaga jabatan seorang guru besar. “Tidak sembarangan dalam menjaga jabatan guru besar, jadi guru besar bukanlah sebuah penghargaan,” ujarnya.

Dede Leni Mardianti dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Sederet Alasan TPNPB OPM Serang Pendulang Emas

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |