Film dari Karya Sastra: Perang Kota hingga Bumi Manusia

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Film adaptasi dari karya sastra bukanlah hal baru dalam dunia perfilman Indonesia. Karya-karya lama yang lahir dari tangan para sastrawan besar Indonesia kerap menjadi sumber inspirasi cerita yang kuat untuk dibawa ke layar lebar. Yang terbaru, Perang Kota karya Mouly Surya, menambah daftar panjang film-film Indonesia yang diangkat dari literatur klasik. Film ini resmi tayang di bioskop pada Rabu, 30 April 2025.

Disutradarai oleh Mouly Surya, Perang Kota diadaptasi dari novel legendaris Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis yang diterbitkan pada 1952. Novel ini mengangkat sisi psikologis masyarakat pasca-perang pada 1946, dengan pendekatan naratif yang kuat dan penuh ketegangan batin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uniknya, inspirasi Mouly bermula dari rak buku lamanya yang jarang tersentuh. Ia baru membaca novel tersebut pada 2018, dan dari halaman-halaman pertama, sinema seolah hadir dalam benaknya. “Entah kenapa saya seperti melihat semacam gambar di kepala saya. Padahal saat itu saya belum selesai membacanya,” ujar Mouly pada Rabu, 16 April 2025. Ia langsung merekomendasikan novel itu kepada suaminya, Rama Adi, yang juga menjadi produser film ini.

Meski ide telah muncul sejak 2018, film ini baru rampung pada akhir 2024. Proses produksi film berlangsung lintas negara, melibatkan Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja. Proses syuting dimulai pada 2023 dan dilanjutkan dengan penyuntingan, penambahan teks terjemahan, serta pengerjaan efek visual di tiga negara: Indonesia, Amerika, dan Belanda. Sementara itu, tata suara film dikerjakan oleh tim dari Prancis.

“Kalau dibilang lama, ya memang cukup lama, sekitar satu setengah tahun sejak 2023,” kata Mouly. Namun kerja keras itu berbuah manis. Perang Kota diputar perdana sebagai film penutup di International Film Festival Rotterdam (IFFR) pada Februari 2025, sebelum dirilis lebih dulu di Belanda, Belgia, dan Luksemburg pada 17 April 2025.

Film ini mengisahkan Isa (diperankan oleh Chicco Jerikho), seorang mantan pejuang kemerdekaan yang kini menjadi guru namun masih diliputi trauma masa lalu. Ketika konflik bersenjata kembali pecah, Isa ditugaskan menjalankan misi rahasia. Di sisi lain, Hazil (Jerome Kurnia), rekannya, menjalin hubungan terlarang dengan istri Isa, Fatimah (Ariel Tatum).

Salah satu adegan menonjol dalam film ini adalah kutipan karakter Baba Tan, seorang nasionalis Tionghoa yang warungnya dicurigai membantu pemberontak. “Belanda pakai baju Inggris, Nederlands spreken,” kata Baba Tan, yang diperankan oleh Chew Kin Wah. Ungkapan itu menggambarkan absurditas kolonialisme yang masih bercokol dalam kehidupan sehari-hari pascakemerdekaan.


Film Indonesia Lain yang Diadaptasi dari Sastra Lama
Selain Perang Kota, Indonesia telah memiliki sejumlah film lain yang diadaptasi dari karya sastra klasik dan mendapatkan apresiasi tinggi. Berikut beberapa di antaranya:

1. Sang Penari (2011)
Diadaptasi dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, film ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah. Kisah Rasus dan Srintil yang terjebak dalam adat dan konflik politik ini meraih penghargaan Film Terbaik Festival Film Indonesia 2011 dan mewakili Indonesia di ajang Oscar 2012.

2. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013)
Berdasarkan novel karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), film ini mengisahkan cinta terlarang akibat perbedaan status sosial. Dibintangi oleh Herjunot Ali, Pevita Pearce, dan Reza Rahadian, film ini menuai sukses besar di box office.

3. Bumi Manusia (2019)
Adaptasi dari karya legendaris Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia mengangkat kisah Minke, pemuda pribumi yang memperjuangkan hak-haknya di tengah tekanan kolonialisme Belanda.

4. Perburuan (2019)
Juga diadaptasi dari novel Pramoedya Ananta Toer, film ini mengisahkan Hardo, seorang pejuang yang diburu oleh Jepang karena pemberontakan. Meski lebih pendek dari Bumi Manusia, film ini tetap menawarkan narasi yang kuat dan emosional.

5. Di Bawah Lindungan Ka'bah (2011)
Karya sastra HAMKA lainnya yang diangkat ke layar lebar, Di Bawah Lindungan Ka'bah. Mengisahkan Hamid dan Zainab, dua insan yang saling mencintai namun terhalang status sosial dan nilai-nilai konservatif masyarakat Minang kala itu.


Ni Made Sukmasari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |