TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Lenis Kogoya menyatakan penolakan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua dipicu oleh penyebaran isu menyesatkan di tengah masyarakat. Hal itu disampaikannya di Balai Media, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei 2025.
Lenis menyesalkan adanya narasi yang menimbulkan ketakutan dan ketidakpercayaan terhadap program pemerintah. "Awalnya masyarakat sudah mulai menerima makanan dan program berjalan. Tapi muncul isu dari salah satu saudara saya sendiri bahwa makanan itu diracuni," ujar Lenis saat ditemui di Kemenhan, Kamis, 8 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lenis menganggap, isu racun tersebut tidak berdasar dan telah mempengaruhi persepsi sebagian warga Papua terhadap program nasional yang dirancang untuk meningkatkan kualitas gizi pelajar.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan inisiatif pemerintah yang dianggap untuk memperbaiki gizi anak-anak sekolah dan meningkatkan semangat belajar. Namun, di Papua Pegunungan, program ini mendapat penolakan. Pada Senin, 17 Februari 2025, ribuan pelajar dari SMP, SMA, dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Pihak kepolisian memperkirakan sekitar 3.500 pelajar terlibat, berasal dari Jayawijaya dan Yahukimo.
Menurut Lenis, setelah ia melakukan kunjungan langsung ke beberapa wilayah yang sempat menolak program—seperti Timika, Nabire, dan Jayapura—respons masyarakat berubah positif.
“Saya turun langsung ke sekolah-sekolah. Anak-anak mengejar saya, menangis ingin bertemu. Mereka sangat antusias menerima makanan,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa para pelajar menyampaikan harapan agar pemerintah menyediakan pendidikan gratis.
Menurut Lenis, misinformasi yang menyebar sempat menghambat pelaksanaan program, namun pendekatan persuasif dan komunikasi langsung telah memperbaiki pemahaman masyarakat. “Setelah kami jelaskan langsung di lapangan, mereka akhirnya mengerti. Ini bukan program khusus Papua, ini program nasional,” kata dia.