PRESIDEN Donald Trump secara resmi mengumumkan berakhirnya sanksi-sanksi AS terhadap Suriah. Ini adalah langkah yang dipandang sebagai kemenangan besar bagi Iran, yang telah mendapatkan pengaruh signifikan di Suriah setelah penggulingan pemimpin lama Bashar al-Assad pada Desember, Al Jazeera melaporkan.
Trump membuat deklarasi ini saat berkunjung ke Arab Saudi, dengan menyatakan, "Sebuah pemerintahan baru telah terbentuk yang kami harapkan dapat menstabilkan negara dan menjaga perdamaian." Ia menambahkan bahwa pencabutan sanksi-sanksi tersebut akan memberikan Suriah "sebuah kesempatan untuk meraih kejayaan."
Sejarah Sanksi dan Dampaknya
Amerika Serikat, bersama dengan negara-negara lain, telah menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Suriah selama masa pemerintahan al-Assad, yang berlangsung dari 1971 hingga 2024. Suriah dicap sebagai "Negara Sponsor Terorisme" pada 1979, yang mengakibatkan embargo senjata dan pembatasan keuangan yang membatasi bantuan asing. Sanksi semakin meningkat pada 2004, yang semakin memperketat kontrol ekspor senjata dan membatasi interaksi ekonomi dengan AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah konflik Suriah meletus pada 2011 dan rezim al-Assad mulai menindas protes warga sipil dengan kejam, AS dan sekutunya memberlakukan sanksi yang lebih ketat. Sanksi-sanksi tersebut termasuk pembekuan aset-aset pemerintah Suriah di luar negeri, pelarangan investasi AS di Suriah, dan pembatasan impor minyak.
AS juga menawarkan hadiah sebesar 10 juta dolar AS untuk penangkapan pemimpin Suriah, al-Sharaa, dan menetapkan Hayat Tahrir al-Sham-kelompok yang dipimpinnya sebelum dibubarkan setelah kejatuhan Assad-sebagai "Organisasi Teroris Asing". Sebagian besar tindakan ini diberlakukan pada tahun-tahun awal konflik ketika AS berusaha mengisolasi rezim Assad dan mendukung oposisi, dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan penggunaan senjata kimia.
Pergeseran Kebijakan AS
Dengan adanya pemerintahan baru Suriah sejak Desember, AS telah membatalkan hadiah untuk penangkapan al-Sharaa, yang memungkinkannya untuk melakukan perjalanan internasional dan bertemu dengan para pemimpin asing, termasuk mereka yang berada di Arab Saudi dan Prancis.
Pemerintah baru telah berupaya menampilkan dirinya sebagai moderat dan dapat diterima secara global, menjauhkan diri dari organisasi teroris, menjanjikan kerja sama kontraterorisme, dan mengadvokasi hak-hak minoritas-sebuah isu yang signifikan mengingat sejarah kekerasan sektarian Suriah.
Suriah juga telah mencoba meyakinkan AS bahwa mereka tidak menimbulkan ancaman dan bahkan dapat menjadi mitra, dan dikabarkan terlibat dalam pembicaraan tidak langsung dengan Israel untuk mengurangi ketegangan dengan sekutu utama AS di Timur Tengah itu, meskipun ada serangan udara dan pendudukan teritorial Israel yang sedang berlangsung di Suriah. Bahkan ada pembicaraan mengenai kemungkinan usaha bisnis AS-Suriah, seperti pembangunan Trump Tower di Damaskus.
Faktor Regional
Keputusan Trump ini diambil setelah berdiskusi dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Sekutu regional seperti Arab Saudi, Qatar, dan UEA telah mendukung pencabutan sanksi dan mendukung pemerintahan baru Suriah.
Menurut Omar Rahman dari East Council Global Affairs, hubungan-hubungan ini sangat penting bagi langkah Trump: "Hal ini tidak terlalu sulit untuk dicapai oleh Trump. Dia tidak memerlukan izin dari siapa pun, dan juga tidak memerlukan persetujuan kongres".
Peran dominan AS dalam sistem keuangan global berarti bahwa pencabutan sanksi-sanksi tersebut memberikan sinyal kepada dunia bahwa bisnis dengan Suriah dapat dilanjutkan. Sanksi-sanksi tersebut telah menghancurkan perekonomian Suriah, dan pemerintahan baru menghadapi tekanan besar untuk memperbaiki kondisi di tengah tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan pemadaman listrik yang sering terjadi.
Meskipun belum jelas apakah AS sendiri akan berinvestasi di Suriah, peningkatan investasi Arab dan Turki diperkirakan akan terjadi. Seperti yang dikatakan Rahman, "[Pencabutan sanksi] menghilangkan penghalang penting bagi kemampuan [Suriah] untuk membangun suatu bentuk pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Namun, masih banyak tantangan dan hambatan lain yang harus dihadapi negara ini".
Dampak Positif
Dilansir kantor berita Sana, pencabutan sanksi diantisipasi untuk membuka pintu bagi arus masuk modal, investasi, dan transaksi keuangan baru, yang dapat menstimulasi upaya rekonstruksi dan aktivitas ekonomi di Suriah.
Pengurangan sanksi dapat menurunkan biaya impor dan perdagangan, mengurangi kelangkaan barang kebutuhan pokok dan berpotensi menstabilkan harga, yang telah melonjak secara dramatis selama tahun-tahun konflik dan sanksi.
Keputusan tersebut dapat membantu menghidupkan kembali kapasitas industri dan infrastruktur yang telah hancur, memungkinkan pasar tenaga kerja untuk menyerap pekerja yang kembali dan mengurangi pengangguran, yang saat ini diperkirakan mencapai sekitar 50%6.
Gaji sektor publik, yang saat ini sangat rendah, mungkin akan membaik dengan meningkatnya pendapatan pemerintah dari pertumbuhan ekonomi dan investasi, sehingga dapat meningkatkan mata pencaharian bagi jutaan warga Suriah.
Tantangan dan Risiko
Meskipun sanksi AS telah dicabut, sanksi lain seperti Caesar Act tetap berlaku. Sanksi ini membatasi investasi rekonstruksi skala besar dan bantuan asing, yang sangat penting untuk pemulihan yang berkelanjutan, seperti dilansir Arab Gulf State Institute.
Perekonomian Suriah telah mengalami kerusakan parah akibat konflik selama bertahun-tahun, dengan PDB menyusut lebih dari 50 persen sejak 2010 dan kerusakan infrastruktur mencapai sekitar 50 persen, yang berarti pemulihan akan membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar.
Penerapan langkah-langkah penghematan yang keras oleh pemerintah baru, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap pegawai negeri dan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti roti, berisiko memperparah kemiskinan dan kerawanan pangan, yang telah berdampak pada sebagian besar warga Suriah.
Kebijakan liberalisasi ekonomi yang lebih memihak pada kepentingan bisnis besar daripada usaha kecil dan petani dapat memperdalam ketidaksetaraan dan ketidakstabilan sosial, serta merusak pertumbuhan inklusif.
Ketidakstabilan politik yang sedang berlangsung, ketegangan sektarian, dan warisan konflik terus menimbulkan risiko bagi pemulihan ekonomi dan kepercayaan investor.
Menurut UNDP, pencabutan sanksi saja tidak menjamin perbaikan kondisi kehidupan secara langsung, karena pendapatan rumah tangga telah tertinggal dari inflasi selama bertahun-tahun, dan banyak warga Suriah yang masih belum mampu membeli kebutuhan dasar.