TEMPO.CO, Jakarta - Isu penahanan ijazah karyawan kembali mencuat usai Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melakukan inspeksi mendadak ke sebuah pabrik di Margomulyo, Surabaya. Sidak tersebut dipicu laporan masyarakat terkait dengan dugaan penahanan dokumen asli para pekerja oleh perusahaan. Namun, bukannya mendapatkan klarifikasi, Armuji justru dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.
Laporan itu dilayangkan oleh pemilik CV Sentosa Seal, perusahaan yang bergerak di industri material, ke Polda Jawa Timur. Ia mengacu pada pasal dalam UU ITE terbaru yang mengatur pelanggaran terhadap nama baik melalui media elektronik.
Bolehkah Perusahaan Menahan Ijazah?
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan bahwa praktik penahanan ijazah hanya diperbolehkan jika telah disepakati secara sah dalam perjanjian kerja. Namun, tidak ada regulasi nasional yang secara eksplisit melarang atau mengatur secara rinci ihwal penahanan dokumen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemnaker mengungkapkan ada lima syarat ketika melakukan penahanan ijazah karyawan. Yang pertama apabila memang kesepakatan kedua belah pihak. Kedua, memiliki kemampuan atau kecakapan melakukan pada perbuatan hukum. Ketiga, ada pekerjaan yang diperjanjikan. Keempat, pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya yang kelima, tidak ada peraturan daerah yang mengikat.
Merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan UU Ketenagakerjaan, syarat sahnya sebuah perjanjian meliputi kesepakatan dua belah pihak, kecakapan hukum, objek pekerjaan yang sah, serta tidak bertentangan dengan hukum dan ketertiban umum. Selama memenuhi unsur tersebut, kesepakatan soal penahanan ijazah dapat dianggap sah secara hukum.
Meski sah secara hukum, pakar ketenagakerjaan, Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra, mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan posisi. Dalam praktiknya, perusahaan kerap berada pada posisi tawar lebih tinggi, membuat pekerja tak punya banyak pilihan selain menyetujui penahanan ijazah demi mendapatkan pekerjaan. Jika ditemukan unsur paksaan, perjanjian tersebut bisa dibatalkan secara hukum.
“Kebijakan perusahaan untuk melakukan penahanan ijazah, Jika kita perhatikan secara jeli membuat adanya potensi pembatasan hak mengembangkan diri bagi tenaga kerja untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik,” kata dia dikutip dari laman resmi Kemenhum Wilayah Bali.
Dhahana menilai praktik penahanan ijazah sangat berisiko membatasi hak pekerja untuk berkembang. Ia mendorong adanya regulasi khusus untuk menutup kekosongan hukum, terlebih praktik ini semakin meluas di sektor swasta, terutama terhadap pekerja berstatus kontrak (PKWT). Menurut Dhahana, meski dilakukan atas dasar kesepakatan, praktik semacam ini rawan disalahgunakan dan berpotensi melanggar prinsip keadilan.
Perda Bisa Larang Penahanan Dokumen
Beberapa daerah sudah mulai bertindak. Salah satunya yakni di Jawa Timur yang memiliki Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 42 yang secara tegas melarang perusahaan menahan dokumen asli milik pekerja. Pelanggar bisa dijerat pidana kurungan hingga enam bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.
Syarat Penahanan Ijazah yang Diperbolehkan
Jika perusahaan tetap ingin menahan ijazah, ada beberapa syarat yang disarankan Kemnaker agar dapat memenuhi itikad baik dan keadilan antara pekerja maupun pemberi kerja, diantaranya:
- Harus ada kesepakatan tertulis dan sadar antara pekerja dan pengusaha.
- Penahanan tidak boleh melanggar peraturan daerah yang berlaku.
- Dokumen harus dijamin keamanannya dan dikembalikan setelah masa kontrak berakhir.
- Perusahaan wajib bertanggung jawab jika dokumen rusak atau hilang.
- Penahanan hanya sah bila digunakan sebagai jaminan atas pelatihan atau pendidikan yang biayanya ditanggung perusahaan.
Penahanan ijazah tanpa dasar yang jelas dapat berujung sanksi hukum. Selain risiko administratif dan reputasi, perusahaan bisa digugat ke jalur pidana jika praktiknya bertentangan dengan hukum yang berlaku, terutama jika dilakukan tanpa persetujuan pekerja atau melanggar peraturan daerah.