TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyarankan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu di tingkat daerah dibubarkan. Sebab, pengawasan yang mereka lakukan tidak berjalan efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ray mengusulkan penghapusan lembaga pengawas di daerah setelah melihat kinerja Bawaslu pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah atau pilkada di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
"Dalam rangka menjelang evaluasi atau revisi Undang-undang Pilkada dan Pemilu ini, Bawaslu saya kira dipersingkat saja, mungkin hanya perlu di tingkat nasional,” ucap Ray dalam acara diskusi yang dihelat di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu, 3 Mei 2025.
Pengamat politik itu berpendapat alih-alih Bawaslu yang melakukan pengawasan, justru pihak swasta yang lebih aktif melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pilkada. Ia menyebutkan, lembaga pemantau swasta lah yang berhasil mengajukan permohonan gugatan sengketa pilkada Banjarbaru 2024.
Pengaduan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi itu berujung pada perintah pemungutan suara ulang atau PSU di Kota Banjarbaru.
Ia berujar bahwa rekannya yang mengadvokasi sengketa pilkada Banjarbaru beberapa kali mengalami intimidasi. Ray pun mempertanyakan slogan Bawaslu yang berbunyi, “Bersama rakyat awasi pemilu, bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu.”
Menurut dia, Bawaslu tidak melindungi saksi maupun pelapor dalam sengkarut pilkada Banjarbaru. “Begitu ada yang diintimidasi akibat aktivitas pemantauan, Bawaslu di mana?” ucap dia. Ray mengatakan kinerja masyarakat melalui media sosial lebih ampuh dalam mengawasi pelaksanaan pilkada dibandingkan kinerja Bawaslu.
Lebih jauh, Ray menyebut anggaran negara yang digelontorkan untuk Bawaslu tidak sebanding dengan hasil pengawasan selama ini. “Triliunan uang kita habis, ujungnya tidak tahu apa hasilnya. Yang jelas itu sengketa di mana-mana,” tutur dia. “Mereka yang melakukan pengawasan alih-alih dilindungi oleh Bawaslu, yang ada malah dibiarkan begitu saja menghadapi kesulitan-kesulitan akibat aktivitas pemantauan mereka.”
Diketahui, pilkada Kota Banjarbaru 2024 diikuti satu pasangan calon (paslon) setelah paslon lainnya didiskualifikasi. Akan tetapi, Komisi Pemilihan Umum atau KPU tak memberlakukan mekanisme kotak kosong meski kontestasi hanya diikuti paslon tunggal. Mekanisme tersebut tidak diberlakukan, sebab diskualifikasi Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, paslon petahana pilkada Banjarbaru 2024, berlangsung kurang dari 30 hari sejak hari pemungutan suara.
Aditya yang didiskualifikasi oleh Bawaslu karena terbukti memanfaatkan program pemerintah daerah untuk kampanye, kala itu masih ditampilkan di surat suara. Hal tersebut lantaran surat suara pilkada Banjarbaru 2024 sudah telanjur tercetak menampilkan format dua paslon sebelumnya. Namun dalam hal terdiskualifikasi, coblosan terhadap paslon Aditya-Said tetap dinyatakan tidak sah.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Banjarbaru pada pilkada 2024 lalu, pasangan calon Erna Lisa Halaby-Wartono mendapatkan suara sebanyak 36.135 jiwa, sementara Aditya-Said 0. Kendati demikian, jumlah suara tidak sah yang tercatat mencapai 78.736 jiwa. Meski suara tidak sah dalam pilkada Banjarbaru 2024 dua kali lipat dari perolehan suara Lisa-Wartono, paslon tersebut tetap dianggap menang 100 persen.
Mahkamah Konstitusi kemudian memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang atau PSU di Kota Banjarbaru. Pada Sabtu, 19 April 2025, KPU Kalimantan Selatan melaksanakan PSU pilkada Kota Banjarbaru dengan sebaran 403 tempat pemungutan suara. Daftar pemilih tetap (DPT) PSU Banjarbaru sebanyak 195.819 orang, terdiri atas 95.498 pemilih laki-laki dan 100.321 pemilih perempuan.