TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menangkap 12 orang peserta aksi yang menggelar unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) pada Senin malam, 21 April 2025, sekitar pukul 20.30 WIB. Aksi tersebut digelar oleh koalisi masyarakat sipil bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah universitas di Sumatera Barat, dalam rangka menuntut evaluasi terhadap kinerja 100 hari Kapolda Sumbar yang baru.
Staf Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Calvin Nanda Pratama, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan kali kedua massa turun ke depan Polda Sumbar. "Massa aksi terdiri dari mahasiswa, masyarakat sipil, dan komunitas," ujarnya.
Dalam unjuk rasa tersebut, para peserta mendesak Kapolda Sumbar, Inspektur Jenderal Gatot Tri Suryanto, agar menuntaskan berbagai kasus besar yang penanganannya hingga kini masih belum jelas. Kasus-kasus itu mencakup pelanggaran HAM terhadap Afif Maulana, persoalan masyarakat Kapa di Pasaman, intimidasi terhadap jurnalis di Kantor Gubernur Sumbar, persoalan tambang emas, kasus kekerasan seksual, serta isu mengenai kebebasan beragama.
Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil, Kapolda Sumatera Barat, Irjen Gatot Tri Suryanto, dinilai gagal menunjukkan komitmen dalam menuntaskan berbagai kasus penting selama 100 hari masa kerjanya.
Calvin Nanda Pratama dari LBH Padang menjelaskan, penangkapan terhadap peserta aksi terjadi setelah massa memilih bertahan hingga pukul 18.00 WIB karena ingin bertemu langsung dengan Kapolda. "Massa aksi ingin Kapolda Sumbar menanggapi tuntutan secara langsung. Tetapi tidak ada tanda-tanda Kapolda turun hingga pukul 18.00 WIB," ujarnya.
Sebelum melakukan penindakan, polisi sempat memberikan tiga kali peringatan kepada massa untuk membubarkan diri. "Setelah peringatan terakhir, polisi langsung menembakkan water canon," kata Calvin.
Ia menambahkan, sedikitnya 12 orang ditangkap dalam aksi tersebut, termasuk satu pengacara publik dan tiga asisten pengacara dari LBH Padang yang saat itu tengah memberikan pendampingan hukum kepada massa.
menanggapi insiden ini, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menyatakan kecaman keras terhadap tindakan aparat. "Kami mengecam keras tindakan represif dan brutal aparat terhadap massa aksi, termasuk penggunaan kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap peserta aksi serta advokat," ujar Calvin.
Koalisi Masyarakat Sipil turut mendesak agar para aktivis yang ditangkap segera dibebaskan tanpa syarat. Calvin Nanda Pratama menyatakan bahwa Kapolda Sumbar harus bertanggung jawab atas tindakan brutal terhadap warga. "Keempat, kami mendesak Kapolri mengevaluasi dan mencopot Kapolda Sumatera Barat karena gagal menjunjung nilai-nilai reformasi kepolisian," ujarnya.
Dilansir dari Antara, Rabu, 23 April 2025, Kepala Satreskrim Polresta Padang, AKP M Yasin, mengatakan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar sekitar pukul 15.00 WIB di depan Kantor Polda Sumbar harus dibubarkan karena melewati batas waktu yang diizinkan dan dinilai mengganggu kepentingan umum.
Menurut Yasin, imbauan pembubaran dari kepolisian tidak diindahkan oleh massa aksi yang tetap bersikeras meminta Kapolda keluar menemui mereka. "Massa menolak dan memberikan perlawanan, sehingga kami bubarkan secara tegas dan terukur. Sebanyak dua belas orang diamankan saat proses pembubaran berlangsung," katanya.
Dua belas orang yang diamankan kemudian didata di Polresta Padang. Namun, salah satu di antaranya diketahui positif menggunakan narkoba jenis ganja. "Sebelas orang yang hasil tesnya negatif telah kami pulangkan pada Selasa pagi sekitar pukul 06.00 WIB, sedangkan satu orang yang positif akan diproses lebih lanjut," kata Yasin.
Fachri Hamzah Berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Polisi Tangkap 12 Peserta Unjuk Rasa di Depan Polda Sumbar