27 Tahun Reformasi: Kilas Balik Tragedi Gejayan 1998, Mengenang Moses Gatotkaca

8 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 bukan hanya meruntuhkan stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga mengguncang kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. Memasuki 1998, krisis tersebut kian memburuk. Harga kebutuhan pokok melonjak, pengangguran meningkat, dan rakyat merasa kian terpinggirkan. Di tengah gejolak ini, mahasiswa di seluruh Indonesia mulai merapatkan barisan dan menyuarakan tuntutan reformasi.

Yogyakarta, sebagai salah satu kota pendidikan terbesar di Indonesia, menjadi salah satu pusat perlawanan terhadap rezim saat itu. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Negeri Yogyakarta (d/h IKIP), STTNAS, dan lainnya, menyatukan suara dalam aksi damai menuntut turunnya Presiden Soeharto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, aksi damai tersebut berubah menjadi tragedi berdarah. Peristiwa yang terjadi pada 8 Mei 1998 di Gejayan, Yogyakarta, dikenal luas sebagai Tragedi Gejayan.

Bentrok Berdarah di Gejayan 1998

Sejak pagi hari, massa aksi telah berkumpul di beberapa titik, termasuk di depan kampus UGM. Mereka menyuarakan tuntutan reformasi: pengunduran diri Soeharto, pemulihan ekonomi, dan penghentian kekerasan terhadap demonstran.

Ketegangan memuncak menjelang sore ketika mahasiswa dari USD dan IKIP Negeri yang hendak bergabung dengan massa utama di UGM dicegat oleh aparat keamanan di sekitar perempatan Jalan Gejayan dan Jalan Colombo (sekarang Jalan Moses Gatotkaca). Sekitar pukul 17.00 WIB, aparat mulai membubarkan massa dengan panser penyemprot air dan tembakan gas air mata. Massa melawan dengan batu, petasan, dan bom molotov.

Bentrok kian meluas. Aparat bertindak brutal, memukuli siapa saja yang mereka temui, termasuk pedagang kaki lima dan warga setempat. Pengejaran hingga ke dalam kampus dilakukan oleh aparat, mengakibatkan kerusakan pada fasilitas universitas. Letusan senjata api terdengar hingga malam hari. Ketegangan tidak mereda sampai lewat tengah malam.

Pengunjung mengamati karya fotografi yang dipamerkan saat Pameran Foto Peristiwa 1998 di Fakultas Adab & Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3 Mei 2018. ANTARA

Gugurnya Moses Gatotkaca


Di tengah kekacauan tersebut, Moses Gatotkaca, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma, menjadi korban kekejaman aparat. Moses, yang saat itu sedang mencari makan malam, melintasi lokasi bentrok dan disalahartikan sebagai bagian dari massa aksi. Ia dikeroyok oleh aparat hingga mengalami luka berat.

Sebelum kematiannya, sebagian warga setempat tak berani keluar rumah karena ketakutan akan korban salah sasaran oleh aparat. Saat jenazahnya akan dikebumikan, banyak orang yang ikut mengantarkan.

Beberapa mahasiswa dari posko PMI USD menemukannya dalam kondisi sekarat: tangan patah, kepala terluka parah, darah mengalir dari telinga dan hidung. Moses sempat dilarikan ke Rumah Sakit Panti Rapih, namun nyawanya tak tertolong. Ia meninggal dunia sekitar pukul 22.00 WIB akibat pendarahan hebat yang diduga disebabkan oleh retakan pada tulang dasar tengkoraknya.

Mengenang Moses Gatotkaca


Kematian Moses Gatotkaca mengguncang Yogyakarta. Ia menjadi simbol pengorbanan dan keberanian mahasiswa dalam perjuangan menegakkan demokrasi dan keadilan. Untuk mengenangnya, Jalan Colombo, lokasi tempat Moses ditemukan, resmi diubah namanya menjadi Jalan Moses Gatotkaca pada 20 Mei 1998, hanya beberapa hari setelah wafatnya.

Peristiwa Gejayan berdarah itu menjadi salah satu pemicu utama yang mempercepat keruntuhan rezim Orde Baru. Dua minggu setelah gugurnya Moses, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998, mengakhiri pemerintahan otoriternya yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade.

Hendrik Khoirul Muhid, Rachel Farahdiba Regar, Angelina Tiara Puspitalova, dan Risma Damayanti turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |