Survei: Mayoritas Warga Tidak Setuju Giant Sea Wall terkait Dampak Lingkungan

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia melakukan survei persepsi warga Jakarta mengenai pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall di Jakarta. Peneliti DFW Indonesia, Luthfian Haekal, menyebutkan survei dilakukan pada periode 20 Maret sampai 25 April 2025. Survei yang dilakukan secara daring ini menjangkau 105 responden.

Menurut Lutfhian, hasil survei menyebutkan terdapat dua pandangan mengenai pembangunan tanggul laut raksasa itu, yaitu tanggul itu dianggap sebagai benteng untuk keamanan dan perlindungan ataukah dinilai sebagai pemicu degradasi lingkungan dan ancaman bagi penghidupan nelayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Giant sea wall menjadi salah satu upaya menghadapi laju penurunan muka tanah (land subsidence) dan kenaikan permukaan air laut yang bermuara pada banjir rob di pesisir Jakarta. Banjir rob juga melanda kawasan pantai utara Jawa (pantura) lainnya dengan tinggi 5-200 sentimeter.

”Mayoritas atau sebanyak 56,2 persen tidak setuju giant sea wall karena khawatir dampak lingkungan dan penghidupan nelayan,” kata Luthfian dalam pemaparan hasil survei yang disampaikan secara daring, Rabu, 30 April 2025.  

Namun, kata Luthfian, dalam survei ada juga warga yang menyetujui pembangunan tanggul laut raksasa tersebut. ”Sekitar 43,8 persen setuju karena giant sea wall bisa menjadi pengaman dan pelindung,” ujar dia.

Luthfian mengatakan mayoritas responden atau sebanyak 55,2 persen mengetahui fungsi giant sea wall untuk mencegah banjir rob. Fungsi lain yang disampaikan responden sebagai pengendalian abrasi dan investasi. Menurut dia, informasi tersebut diperoleh dari hasil riset ataupun pemberitaan media massa. Selain itu, kata Lutfhian sekitar 58,1 responden menilai menilai giant sea wall bukan solusi. 

Hal itu, menurut dia, karena giant sea wall dinilai mengubah pola arus air, mendegradasi lingkungan, dan membatasi akses nelayan. Adapun responden yang menilai tanggul laut itu sebagai solusi justru melihat infrastruktur tersebut dapat meningkatkan ekonomi nelayan.

Catatan penting lainnya dari survei tersebut, kata dia, 88,6 persen responden mengatakan kurangnya partisipasi warga dalam pengambilan kebijakan terkait giant sea wall. Hal ini terutama partisipasi warga pesisir sebagai pihak yang paling terdampak proyek tersebut.

Luthfian mengatakan, warga menilai kebijakan pemerintah masih top down. ”Sebanyak 67,7 persen responden menyampaikan mereka siap terlibat dalam pengambilan kebijakan,” ujarnya.

Menurut dia, pelibatan warga ini penting demi kelangsungan ekologi. Responden bahkan menyarankan pembukaan ruang terbuka hijau sebagai alternatif.

Luthfian mengatakan warga cenderung lebih menerima solusi berbasis alam atau nature based solution daripada solusi teknologi keras atau hard engineering. "Oleh karena itu, tak mengherankan jika warga ingin ko-kreasi solusi, dan bukan hanya dijadikan sebagai obyek pembangunan," ucap dia.

Menurut Luthfian, metode survei dengan mengisi Google Form ini untuk warga yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Secara keseluruhan responden berada dalam rentang usia 18 tahun sampai lebih dari 41 tahun. Untuk sebaran profesi responden, yakni aparatur sipil negara (ASN), karyawan swasta, jurnalis, nelayan, dan pelajar.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti mengatakan rencana pembangunan tanggul laut raksasa tengah diatur Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.

Menurut dia, proyek ini merupakan program perlindungan pesisir utara Jawa. Adapun total panjangnya sekitar 946 kilometer. "Ini perkiraan investasinya cukup gede banget," kata Diana kepada wartawan di Kementerian PU, Rabu, 12 Maret 2025.

Diana menuturkan, pembangunan giant sea wall ditargetkan tidak hanya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut dia, swasta bisa berinvestasi dan menjadi mitra strategis dalam proyek ini.

Diana juga mengeklaim akan ada land value capture atau kebijakan pemanfaatan peningkatan nilai tanah yang dihasilkan dari investasi, aktivitas, dan kebijakan pemerintah di kawasan tersebut. "Peluang investasi ini ada dari pendapataan dari tol di atas tanggul laut, potensi penjualan listrik, juga PLTS terapung," ujar Diana. "Banyak. Ini multisektor."

Adapun Presiden Prabowo Subianto menetapkan proyek giant sea wall sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.

Untuk merealisasikan proyek ini, Diana menuturkan, kepala negara menugaskan Menko Agus Harimurti Yudhoyono untuk membentuk Satgas Penanganan Pesisir Pantai Utara Jawa.

Nantinya, Satgas ini melibatkan Kementerian PU, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup, serta Pemda. "Kementerian PU di sini sebagai Pokja Pembangunan dan nanti ada Pokja Pembiayaan. Nanti tidak hanya dengan APBN, diharapkan justru dari swasta," kata dia.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |