TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) masih mengebut penyusunan regulasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia. Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengatakan lembaganya sedang meninjau ulang rancangan aturan tersebut, serta berdiskusi dengan pemangku kepentingan dari berbagai lembaga.
“Masih proses (regulasinya), ada banyak perkembangan baru. Kami review dan diskusikan lagi dengan tim dan stakeholders,” kata Nezar ketika dihubungi Tempo pada Selasa malam, 22 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nezar, pemerintah menargetkan regulasi tersebut akan rampung pada kuartal III tahun ini. Dia menambahkan bahwa dinamika global, seperti munculnya agentic AI dan kecerdasan buatan yang semakin otonom, turut menjadi pertimbangan dalam proses penyusunan aturan ini.
Regulator juga akan meninjau kondisi dan kesiapan ekosistem AI di Tanah Air. “Soal bagaimana AI diadopsi di sektor-sektor semisal pendidikan, kesehatan, layanan keuangan, transportasi dan lain-lain,” tutur Nezar.
Dia masih irit bicara soal penegakan hukum dalam regulasi tersebut, karena pembahasannya masih berjalan. Yang pasti, regulasi AI ini kemungkinan akan berbentuk peraturan menteri (permen) atau peraturan pemerintah.
Komdigi sebelumnya menerbitkan surat edaran (SE) mengenai pemanfaatan AI. Menteri Komdigi Meutya Hafid mengklaim Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang mengeluarkan SE tersebut.
Pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mendorong pengaturan AI melalui Undang-Undang (UU). “Di banyak negara, diatur pakai UU,” kata Heru pada Sabtu, 19 April lalu.
Heru menyebut surat edaran (SE) Komdigi tidak cukup kuat secara hukum untuk menjadi acuan pengaturan teknologi AI di Indonesia. “SE itu tidak dikenal dalam aturan perundang-undangan kita sehingga statusnya lemah. Seperti surat edaran gotong royong warga dari Pak RT,” ucap dia.
Dede Leni berkontribusi dalam tulisan ini.