TEMPO.CO, Jakarta - Dalam hierarki tertinggi Gereja Katolik, jabatan Paus menempati posisi paling puncak. Gelar ini bukan hanya sekadar simbol spiritual, melainkan juga otoritas politik dalam skala negara karena Paus juga menjabat sebagai kepala negara Vatikan.
Dalam berbagai bahasa, gelar ini memiliki sebutan berbeda, antara lain "Papa Francesco" dalam bahasa Italia, "Papa" dalam Latin, "Pappas" dalam Yunani, dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai "Paus".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebutan “Paus” di Indonesia diyakini berasal dari pengaruh Belanda saat masa kolonial. Dalam bahasa Belanda, pemimpin Gereja Katolik disebut “De Paus”. Kata ini kemudian diadaptasi oleh masyarakat lokal menjadi “paus” dan istilah tersebut bertahan hingga kini sebagai istilah resmi.
Dikutip dari laman Vatican City Tour, Paus Fransiskus, yang wafat pada 21 April 2025, merupakan Paus ke-266. Ia menjadi paus pertama dari Amerika Latin dan dari ordo Serikat Yesus (Yesuit) serta dikenal karena kerendahan hatinya, penekanan pada belas kasihan Tuhan, visibilitas internasional sebagai paus, kepedulian terhadap orang miskin, dan pertimbangan terhadap isu-isu modern seperti krisis pengungsi dan perubahan iklim.
Proses Tertutup Pemilihan Paus
Dikutip dari Antara, Senin, 21 April 2025, setelah wafatnya seorang Paus, Gereja Katolik memulai proses pemilihan pengganti dalam sebuah konklaf yang berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan. Pemilihan ini hanya melibatkan kardinal berusia di bawah 80 tahun. Saat ini terdapat 138 kardinal yang memenuhi syarat dari total 252 kardinal di seluruh dunia.
Meskipun secara teori setiap pria Katolik yang telah dibaptis dapat dipilih, dalam praktiknya, jabatan Paus hampir selalu diberikan kepada seorang kardinal. Konklaf berlangsung dalam suasana tertutup dan penuh rahasia. Para kardinal dilarang berkomunikasi dengan dunia luar hingga Paus baru terpilih.
Pemungutan suara berlangsung maksimal empat kali sehari. Untuk terpilih, seorang kandidat harus mengantongi dua pertiga suara. Proses ini bisa berlangsung dalam hitungan hari atau bahkan berpekan-pekan. Surat suara yang telah digunakan dibakar di tungku khusus.
Isyarat asap dari cerobong Kapel Sistina menjadi satu-satunya tanda bagi publik, yakni asap hitam menandakan belum ada hasil, sementara asap putih mengabarkan kepada dunia bahwa seorang Paus baru telah terpilih.
Begitu terpilih, Paus baru memilih nama kepausannya, menerima penghormatan dari para kardinal, dan mengenakan jubah kepausan. Ia lalu tampil di balkon Basilika Santo Petrus dan menyapa umat dengan pengumuman terkenal, “Habemus Papam”.
Secara historis, peran Paus pernah sangat politis, bahkan memimpin pasukan dan memberi perintah kepada raja-raja. Namun seiring perkembangan zaman, kekuasaan itu lebih berfokus pada aspek moral dan spiritual. Paus Yohanes Paulus II, misalnya, membawa wajah baru pada kepausan dengan tampil di panggung internasional dan menjadi tokoh berpengaruh dalam isu-isu global.