Pegiat Kritik Sikap KPU Cabut Akreditasi LPRI di PSU Pilkada Banjarbaru

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen ilmu hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengkritik sikap Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Selatan yang mencabut akreditasi Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) pada pemungutan suara ulang Pilkada Banjarbaru.

Titi mengatakan, pencabutan akreditasi terhadap LPRI dengan dalih melanggar kewenangan sebagai pemantau pilkada, menjadi dalil yang tidak tepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau kemudian pemantau merekam hasil PSU dan menyampaikannya kepada publik, apa itu bisa disebut tindakan di luar kerja pemantauan?" kata Titi dalam diskusi daring bertajuk "Duitrokasi Membajak Demokrasi PSU Banjarbaru dan Perlawanan Konstitusional di MK" pada Selasa, 13 Mei 2025.

Ia melanjutkan, hitung cepat yang dilakukan LPRI dan kemudian dipublikasikan ke publik, sejatinya tidak dapat dinilai sebagai tindakan yang melanggar kewenangan pemantau pemilihan.

Menurut Titi, di pasal yang mengatur hitung cepat tidak disebutkan bahwa lembaga pemantau yang mempublikasikan hasil pemungutan suara ke publik dianggap melakukan tindakan di luar kewenangan.

"Ada disproporsionalitas pemaknaan dalam menegakan aturan pada konteks PSU Banjarbaru ini," ujar Titi.

Adapun, pada Ahad, 11 Mei kemarin KPU Kalimantan Selatan menyatakan LPRI terbukti melanggar kewenangan sebagai lembaga pemantau pemilu. Ketua KPU Kalimantan Selatan Andi Tenri Sompa mengatakan LPRI melakukan penghitungan cepat dan merilis hasilnya ke media.

Menurut dia, sebagai lembaga pemantau yang sebelumnya terakreditasi, LPRI seyogianya memahami akan regulasi tugas dan fungsi. "Berdasarkkan rekomendasi Bawaslu Banjarbaru dan hasil telaah internal KPU Kalimantan Selatan, maka diputuskan status LPRI sebagai lembaga pemantau pemilu dicabut," kata Tenri.

Pada pelaksanaan PSU di Banjarbaru, LPRI merilis hasil hitung cepat di 403 TPS. Hasilnya, kotak kosong menjadi pemenang pada PSU ini dengan torehan 52.239 suara atau 54 persen, unggul dari duet Erna Lisa Halaby-Wartono yang meraih 44.716 suara atau 46 persen.

Namun, hasil ini berbeda dengan hasil hitung resmi KPU, di mana duet Erna-Wartono unggul dengan torehan 56.043 suara unggul dari kotak kosong yang meraih 51.415 suara.

Masalahnya, setelah dicabut akreditasinya, Ketua DPD LPRI Kalimantan Selatan Syarifah Hayana dilaporkan ke kepolisian atas perkara dugaan pelanggaran dalam PSU Banjarbaru.

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, kriminalisasi terhadap Syarifah amat kental dengan tindakan LPRI yang mengajukan gugatan perselisihan hasil pilkada pada PSU Banjarbaru ke Mahkamah Konstitusi.

Ia menilai, tindakan LPRI yang merilis hasil hitung cepat tidak dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar kewenangan pemantau pemilu. Sebab, LPRI melakukannya dalam kapasitas dan sesuai aturan yang ditetapkan pada Undang-Undang Pemilu. "Ada aroma amis di balik kriminalisasi pemantau dan juga pencabutan akreditasi ini," kata Hadar.

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Setelah Prabowo Murka karena Isu Matahari Kembar

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |