Merger dan Akuisisi: Ini Perbedaannya

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Isu merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. dan Grab kembali mencuat akhir-akhir ini. Rencana penggabungan usaha kedua perusahaan ini mengkhawatirkan para pengemudi ojek online.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan, bila rencana itu terealisasi akan merugikan para pengemudi ojek online. "Karena otomatis pengemudi yang telah mempunyai aplikasi Grab dan Gojek tidak bisa lagi menggunakan dua aplikasi tersebut dalam pekerjaannya sehari-hari mencari orderan," demikian yang disampaikan Lily.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Istilah merger seringkali kita dengar dalam dunia bisnis. Hampir serupa dengan akuisisi, aktivitas bisnis merger bertujuan untuk mengembangkan usaha suatu perusahaan. Lantas apa bedanya antara merger dengan akuisisi?

Mengutip buku Hukum Persaingan Usaha, merger dan akuisisi meski memiliki perbedaan pengertian namun sering digunakan untuk saling menggantikan (interchangeably). Merger adalah bentuk penggabungan perusahaan atau bergabungnya dua atau lebih pelaku usaha yang independen atau berintegrasinya kegiatan yang dilakukan oleh dua pelaku usaha secara menyeluruh dan permanen. Sedangkan akuisisi adalah pembelian sebagian atau keseluruhan perusahaan lain. 

Merger atau peleburan merupakan aksi korporasi yang bertujuan menciptakan efisiensi usaha. Efisiensi diharapkan dapat tercipta karena perusahaan hasil merger akan dapat mengeksploitasi skala ekonomi (economies of scale) dalam proses produksi.

Skala ekonomi menjadi penting bila di dalam suatu pasar, biaya produksi yang diperlukan akan sangat tinggi dibandingkan dengan besarnya pasar. Selain itu efisiensi dapat juga dicapai dengan skema merger melalui eksploitasi economies of scope, efisiensi marketing, atau sentralisasi research and development.

Selain untuk alasan efisiensi, merger juga merupakan salah satu bentuk pelaku usaha untuk keluar dari pasar atau bagi pelaku usaha kecil jika dianggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk meneruskan usahanya. Sehingga merger juga dapat menjadi salah satu jalan keluar jika pelaku usaha mengalami kesulitan likuiditas, sehingga kreditor, pemilik, dan karyawan dapat terlindungi dari kepailitan.

Merger juga menjadi jalan keluar bagi pelaku usaha dalam memenuhi peraturan pemerintah
apabila masih ingin bertahan dalam pasar. Contohnya adanya program Arsitektur Perbankan
Indonesia oleh Bank Indonesia yang menginginkan peningkatan kecukupan rasio cadangan dari bank umum, membuat para pelaku usaha pemilik bank dihadapi dua pilihan, yaitu menyuntikan dana tambahan atau melakukan merger.

Merger secara umum dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu:
1. Merger Horizontal
Merger horizontal terjadi apabila dua perusahaan yang memiliki lini usaha yang sama bergabung atau apabila perusahaan-perusahaan yang bersaing di industri yang sama melakukan merger. Dengan kata lain, merger horizontal adalah merger antar pesaing.
2. Merger Vertikal
Merger vertikal melibatkan suatu tahapan operasional produksi yang berbeda yang saling terkait satu sama lainnya, mulai dari hulu hingga ke hilir. Merger vertikal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang tidak saling bersaing, namun berada dalam rantai pasok (supply of chain) yang sama. Merger vertikal dapat juga berbentuk dua jenis, yakni upstream vertical merger dan downstream vertical merger.
3. Merger Konglomerat
Merger konglomerat terjadi apabila dua perusahaan yang tidak memiliki lini usaha yang sama bergabung. Dengan kata lain, merger konglomerat terjadi antara perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki hubungan penjual-pembeli.

Dalam konteks isu merger antara GOTO dengan Grab, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyoroti potensi dampak dari merger ini terhadap struktur pasar di Indonesia. Menurutnya, dengan dominasi pangsa pasar lebih dari 80 persen yang saat ini dikuasai oleh Gojek dan Grab di sektor transportasi online, penggabungan kedua perusahaan ini bisa memunculkan pemain tunggal yang sangat dominan di industri. 

“Dengan pangsa pasar yang besar, lebih dari 80 persen dikuasai oleh Gojek-Grab di Indonesia, maka merger ini bisa menghasilkan pemain tunggal dominan,” jelas Nailul saat diwawancarai Tempo pada Senin, 12 Februari 2024.

Nailul menilai bahwa rencana merger antara Gojek dan Grab seharusnya tidak diperbolehkan. Ia berpendapat bahwa dalam jangka panjang, konsumen justru akan menjadi pihak yang paling dirugikan akibat dominasi satu pemain di pasar. Dengan penggabungan ini, perusahaan berpotensi menjadi penentu harga atau price setter yang membuat konsumen kehilangan daya tawar.

Annisa Febiola dan Defara Dhanya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: Fenomena Perusahaan Bayangan Korporasi Juara Deforestasi

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |