TEMPO.CO, Jakarta - Sidang pembuktian kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto terus bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Total telah digelar enam persidangan pemeriksaan saksi sejak Kamis, 17 April hingga teranyar Jumat, 9 Mei 2025. Sedikitnya 11 saksi sudah diperiksa oleh pengadilan dalam kasus ini.
Adapun sidang perkara Hasto ini digelar perdana pada Jumat, 13 Maret lalu. Hasto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg PAW DPR periode 2019-2024. Hasto didakwa bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun telah menyuap Wahyu lewat Agustiani Tio Fridelina—anggota Bawaslu kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkara suap ini bermula ketika caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal. Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu. Namun, karena dia meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
Dalam pembacaan dakwaan di sidang perdana itu, Jaksa KPK Wawan Yunarwanto membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta. Selain menyuap, jaksa mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun sebagai tersangka.
Perintangan penyidikan ini dilakukan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah Wahyu ditangkap KPK pada Januari 2020 silam. Perintah itu diberikan melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan.
“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” ucap Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 14 Maret.
Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Hasto sempat mengajukan praperadilan dalam kasus ini. Namun, PN Jakarta Selatan menggugurkan upaya hukum tersebut. Dengan gugurnya praperadilan ini, kasus Hasto berlanjut ke Pengadilan Tipikor. Hasto juga sempat mengajukan eksepsi, tapi ditolak Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
“Setelah majelis bermusyawarah, maka berikutnya adalah pemeriksaan saksi diagendakan Kamis, 17 April 2025,” kata Hakim Ketua Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor, Jumat, 11 April.
Tempo merangkum sederet kesaksian para saksi dalam sidang pemeriksaan saksi kasus Hasto dari 17 April hingga 9 Mei 2025:
Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 17 April 2025
Dalam sidang perdana pemeriksaan saksi pada Kamis, 17 April, Jaksa KPK menghadirkan Ketua KPU periode 2017–2022 Arief Budiman, Wahyu Setiawan, dan Agustiani. Agustiani mangkir.
Kesaksian Wahyu Setiawan
Dalam sidang tersebut, Wahyu Setiawan mengaku ditangkap penyidik KPK di dalam pesawat di Bandara Soekarno Hatta. Dia mengatakan baru mengetahui bahwa yang menangkapnya adalah penyidik dari KPK pada saat menjalani pemeriksaan. “Saya diamankan di pesawat,” kata dia.
Ketika penangkapan terjadi, Wahyu mengatakan dirinya sedang bersama dengan stafnya dari KPU bernama Rahmat Setiawan Tonidaya, bukan Saeful Bahri maupun Agustiani. Wahyu juga menyebut pada saat penangkapan, dirinya tak membawa uang suap yang diterimanya dari Hasto maupun Agustiani.
Berdasarkan arsip Tempo, KPK menetapkan Wahyu menjadi tersangka kasus suap terkait penetepan anggota DPR. Ia diduga menerima suap sebanyak Rp 400 juta. Kala itu Wahyu dan Agustina ditetapkan menjadi tersangka penerima suap. Sedangkan, Harun dan Saeful menjadi tersangka pemberi suap.
Kesaksian Arief Budiman
Dalam kesaksiannya, Arief Budiman mengungkap bahwa tidak mengetahui dakwaan jaksa tentang suap atau perintangan penyidikan. Hal itu diungkapkannya saat kuasa hukum Hasto, Patra M Zein mempertanyakan langsung ke Arief saat persidangan. Mulanya, Patra bertanya soal kemungkinan KPU melanggar prosedur dalam proses pergantian calon anggota DPR terpilih yang diajukan PDIP.
“Enggak ada. Enggak ada,” kata Arif dalam persidangan, Kamis.
Patra juga mempertanyakan tentang dugaan penyuapan yang juga masuk dalam dakwaan jaksa. “Pertanyaannya, saksi tahu enggak ada keterlibatan terdakwa dalam soal suap ini?” tanya Patra. “Tidak tahu,” kata Arief.
Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 24 April 2025
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang pemeriksaan saksi lanjutan sepekan kemudian pada Kamis, 24 April. Kuasa hukum Hasto, Ronny Talappessy, mengatakan salah satu saksi pada sidang kliennya adalah Agustiani. Sedangkan Jaksa KPK menghadirkan mantan kader PDIP Saeful Bahri dan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah. Saeful Bahri absen.
Kesaksian Agustiani Tio Fridelina
Dalam sidang tersebut, Wahyu Setiawan disebut pernah melobi Arief Budiman agar bersedia bertemu dengan Hasto. Fakta ini mencuat saat Jaksa KPK mengonfirmasi kepada saksi Agustiani soal percakapannya dengan Wahyu, yang sama-sama merupakan mantan narapidana dalam kasus suap PAW ini.
“Apakah ada pembicaraan kepada saksi bahwa Sekjen itu ingin bertemu dengan Ketua KPU?” tanya Jaksa. Agustiani mengiyakan dan menjelaskan “Karena Saeful—kalau enggak salah ada chattingnya juga—minta saya ngomong ke Wahyu agar Pak Sekjen difasilitasi untuk bertemu Ketua KPU.”
Saat ditanya lebih lanjut apakah ia tahu maksud dari pertemuan itu, Agustiani mengaku tidak mengonfirmasi lebih lanjut. Ketika ditanya apakah Hasto akhirnya bertemu dengan Ketua KPU, Agustiani menjawab, “Saya enggak pernah tahu.”
Jaksa kemudian memutar rekaman percakapan telepon antara Agustiani dan Wahyu yang terjadi pada saat itu. Dalam percakapan tersebut, Agustiani menanyakan apakah Hasto perlu bertemu langsung dengan Ketua KPU. Wahyu menjawab, “Gimana ya Mba? Saya memang sudah lobi dia.”
Percakapan berlanjut dengan Agustiani yang menyatakan, “Ceritanya ini makin kelihatan kayaknya Sekjen ikut di dalam ini.” Wahyu pun menyampaikan bahwa bila memang arahannya seperti itu, ia akan meneruskan ke Arief, meskipun saat itu dirinya harus pergi ke Belitung terlebih dahulu.
“Jadi Ketuanya mau dikondisikan biar langsung Sekjen aja yang ketemu gitu?” tanya Agustiani, lalu Wahyu mengiyakan. Agustiani lalu menawarkan diri untuk menemui Arief lebih dulu, dengan mengatakan, “Oh gitu, aku ketemu dulu, terus ngobrol, nanti aku bilang Sekjen ingin ketemu gitu?” dan Wahyu merespons dengan, “He’eh he’eh,” sambil tertawa kecil.
Terakhir, Agustiani kembali bertanya, “Mau enggak sih dianya?” yang dijawab oleh Wahyu dengan, “Dia sepertinya anu Mbak, dia kan berangkat dari Demokrat, geng sebelah lah ya. Sehingga memang dia berusaha jaim dengan kelompok kita, tapi bukan berarti dia bersih-bersih amat.”
Dalam persidangan itu, Jaksa juga memutar rekaman percakapan telepon antara Saeful Bahri dan Agustiani. “Saudara, pernah berkomunikasi dengan Saeful yang disitu menyebutkan bahwa yang meminta ini itu adalah terdakwa (Hasto)?” tanya Jaksa.
Agustiani menjawab bahwa secara eksplisit tidak ada pernyataan seperti itu. “Secara langsung sih enggak begitu bahasanya,” kata Agustiani. Jaksa kembali mendesak, “Bagaimana?” Agustiani menjelaskan bahwa saat itu Saeful menyampaikan bahwa pengurusan PAW anggota DPR tersebut sedang dalam pemantauan. “Ada di chatting-an kalau saya enggak salah,” ujarnya.
Setelah itu, jaksa memutar rekaman panggilan telepon antara Agustiani dan Saeful yang berlangsung pada 6 Januari 2020 pukul 10.48 WIB. Dalam percakapan itu, Saeful menyampaikan pesan dari Hasto kepada Wahyu. “Tadi Mas Hasto telepon lagi. Bilang ke Wahyu, ini garansi saya, perintah dari Ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya itu terjadi,” ucap Saeful melalui telepon.
Namun, dalam percakapan itu, Saeful tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai maksud dari “garansi” tersebut, termasuk siapa sosok “Ibu” yang dimaksud.
Dalam kelanjutan pembicaraan, Saeful juga menyebutkan rencana bertemu dengan Donny sebelum rapat pleno KPU. “Yang kedua, besok kan pleno tuh KPU. Nah, sebelum pleno itu, kita ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya,” kata Saeful kepada Agustiani. Donny yang dimaksud adalah Donny Tri Istiqomah.
Kesaksian Donny Tri Istiqomah
Dalam kesaksiannya, Donny mengatakan pernah bertemu Harun dua kali. Hal ini terungkap dalam tanya jawab Donny dengan Jaksa KPK. “Saudara saksi, pernah enggak bertemu dengan Harun Masiku?” tanya Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025.
Donny lantas menjawab pernah. Jaksa KPK lalu bertanya, berapa kali dia bertemu dengan Harun. “Dua kali,” ujar Donny. Donny menjelaskan, pertemuan pertamanya dengan Harun terjadi di kantor DPP PDIP. “Setelah putusan MA (Mahkamah Agung) itu keluar.”
Putusan MA yang dimaksud adalah nomor 57P/HUM/2019 berwarkat 5 Agustus 2019. MA memutuskan partai politik merupakan penentu suara dan PAW. Donny melanjutkan, saat bertemu pertama kali itu, Harun memperkenalkan diri. Dia juga mengklaim akan menggantikan calon legislatif Riezky Aprilia.
“Terus (Harun) ngasih saya uang Rp 100 juta (untuk) terima kasih,” kata Donny. “Karena saya sudah menyusun uji materi Peraturan KPU.”
Jaksa KPK kembali bertanya, “Harun Masiku mengucapkan terima kasih karena saksi sudah melakukan tahap-tahap untuk?” “Ya uji materi itu kan, semacam lawyer fee lah,” jawab Donny. Dia menuturkan, pertemuan pertama dengan Harun itu tidak disengaja.
Sedangkan untuk waktu pertemuan kedua, dia lupa. Namun, persamuhan itu terjadi menjelang rapat pleno KPU pada 31 Agustus 2019. “Harun sempat nanya ke saya ‘Gimana ini? Putusan MA kan sudah keluar?’,” kata Donny menirukan kejadian hampir enam tahun silam itu. Dia pun meminta Harun menunggu rapat pleno DPP PDIP.
“Saya enggak bisa bergerak sebelum ada rapat pleno DPP memang benar-benar memutuskan,” ujar Donny. “Kalau sudah diputuskan, maka Pak Harun baru saya buatkan surat, dan itu saya harus lapor dulu ke DPP.”
Sidang Pemeriksaan Saksi, Jumat 25 April 2025
Sebanyak tiga saksi dihadirkan jaksa KPK pada sidang lanjutan yang digelar Jumat, 25 April 2025. “Kami tim JPU akan menghadirkan saksi-saksi, sebagai berikut, Ilham Yulianto, Patrick Gerard, dan Rahmat Setiawan Tonidaya,” kata Jaksa KPK Budhi Sarumpaet.
Kesaksian Ilham Yulianto
Ilham Yulianto adalah sopir pribadi Saeful Bahri. Dalam sidang, ia mengaku mendapat perintah untuk menyerahkan uang Rp 400 juta kepada Agustiani. Perintah itu datang dari Saeful, sedangkan uang itu dia terima dari Donny. Ilham mendapat perintah dari Saeful untuk menyerahkan Rp 200 juta kepada Agustiani.
Sebelum menyerahkan ke Agustiani, Ilham menukarkan uang tersebut di money changer dengan mata uang dolar Singapura. Setelah itu, Ilham mengaku mengantarkan uang itu ke Plaza Indonesia. Setibanya di masjid yang berada di lantai bawah gedung, dia mendapat telepon dari Saeful.
“Ada instruksi dari Pak Saeful kalau itu suruh masukin uang ke amplop, berapa lembar, jelasnya saya lupa, apakah 11 lembar atau 22 lembar, saya lupa,” kata Ilham.
Dia menyebut uang yang dimasukkan ke dalam amplop berupa pecahan Sing$ 1.000, yang kemudian dibawa ke lantai lima untuk diserahkan kepada Agustiani sesuai dengan perintah Saeful.
Kesaksian Rahmat Setiawan Tonidaya
Rahmat Setiawan Tonidaya adalah PNS Sekretaris Pimpinan KPU Wahyu Setiawan. Dalam kesaksiannya, Rahmat menyebut pernah melihat Hasto menemui Wahyu. Rahmat mengatakan pertemuan itu dilakukan pada 2019.
“Saat itu sedang istirahat rekapitulasi rapat pleno terbuka. Jadi beliau (Hasto) bersama saksi partai politik yang lain ke ruangan bapak (Wahyu),” kata Rahmat.
Kendati demikian, ia mengaku lupa pertemuan itu terjadi pada bulan apa. Tetapi yang pasti, momennya terjadi saat tahapan rekapitulasi terbuka pada pemilihan umum legislatif (pileg). Dalam pertemuan, Rahmat menuturkan Hasto bersama dengan beberapa saksi dari partai politik terlihat berbincang sambil merokok di dalam ruangan Wahyu.
Disebutkan bahwa dirinya bisa melihat pertemuan tersebut lebih jelas lantaran ruang kerjanya berada di depan ruangan Wahyu. Namun, ia tidak mengetahui agenda apa yang dibahas karena tidak turut serta dalam perbincangan.
“Tetapi seingat saya di situ Pak Hasto bersama saksi dari beberapa partai, saksi dari PDIP juga ada di situ. Saya lupa ada berapa partai di situ, tapi sepengetahuan kami Pak Hasto bukan saksi caleg atau pileg,” tuturnya.
Patrick Gerard Masoko
Patrick dalam kesaksiannya di persidangan mengaku pernah diminta Saeful Bahri untuk bertemu Harun pada 23 Desember 2019, sebelum kasus dugaan suap mencuat. Ia mengatakan dirinya diminta Saeful mengambil koper berisi uang Rp 850 juta dan membagikannya ke sejumlah pihak.
“Waktu saya tanggal 23 (Desember 2019) pagi itu, ditelepon saudara Saeful untuk membantu dia. Minta tolong saya, minta tolong ke daerah Menteng ke rumah aspirasi itu, Jalan Sutan Syahrir itu untuk ketemu Harun katanya. Katanya mau ambil uang,” kata dia.
Patrick mengatakan Harun tidak berada di rumah aspirasi saat dia tiba. Pihaknya diminta Saeful mengambil koper berisi uang itu ke staf Hasto bernama Kusnadi. “Menurut informasi dari Pak Saeful koper tersebut dititipkan ke Pak Kusnadi, di situ saya ambil ke Pak Kusnadi,” kata Geri.
Sidang Pemeriksaan Saksi, Rabu 7 Mei 2025
Jaksa KPK menghadirkan dua saksi pemeriksaan saksi pada Rabu, 7 Mei. Kedua saksi tersebut adalah mantan anggota DPR Fraksi PDIP Riezky Aprilia, serta Saeful Bahri. Saeful lagi-lagi absen.
Kesaksian Riezky Aprilia
Dalam kesaksiannya, Riezky Aprilia mengaku sempat berdebat dengan Hasto saat diminta untuk mundur dari caleg 2019 demi memuluskan langkah Harun. Riezky, yang merupakan anggota DPR periode 2019-2024 dari Fraksi PDIP itu berujar bahwa perdebatan dia dengan Hasto pada 27 September 2019 tersebut karena sama-sama sedang emosi.
“Saya mempertanyakan alasannya apa, apa alasan saya disuruh mundur pada saat itu karena saya juga kader partai, saya bekerja buat PDI Perjuangan juga,” kata Riezky sambil menangis dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut.
Saat itu, ujar Riezky, Hasto hanya menyampaikan bahwa keputusan merupakan perintah partai. Namun Riezky ngotot tidak mau mundur. Ia menyampaikan kepada Hasto bahwa hanya mau mundur bila diperintah langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurut Riezky, Hasto menjawab bahwa dia merupakan Sekjen PDIP sembari menggebrak meja. Riezky pun tersulut emosinya.
“Di situ reaksi saya emosi. Saya berdiri dan menyampaikan kepada Pak Hasto, ‘Saya tahu Anda Sekjen Partai, tetapi Anda bukan Tuhan’. Itu yang saya sampaikan,” ujarnya.
Merespons pernyataan Riezky, Hasto bertanya apakah Riezky melawan Sekjen PDIP. Riezky menjawab bahwa dia memang melawan Hasto, tetapi tidak melawan partai. Setelah perdebatan itu, Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun langsung melerai keduanya. “Saya pun meninggalkan ruangan dan langsung pulang,” kata Riezky.
Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 8 Mei 2025
Sidang pemeriksaan saksi kembali digelar pada Kamis, 8 Mei. Jaksa KPK mendatangkan dua saksi, yakni staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan petugas keamanan Kantor DPP PDIP, Nur Hasan.
“Izin menghadirkan saksi. Kepada saksi atas nama Kusnadi dan atas nama Nurhasan dipersilakan masuk ruang persidangan,” ujar jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei 2025.
Kesaksian Kusnadi
Kusnadi, yang juga merupakan staf kesekretariatan DPP PDIP sejak 2017, menjadi saksi pertama menjalani pemeriksaan dalam sidang itu. Jaksa menanyakan soal peristiwa penitipan barang berupa ransel dan koper dari Harun untuk diserahkan kepada Donny. Kusnadi mengatakan melihat dan menemui Harun langsung untuk menerima ransel dan koper tersebut.
“Saudara yakin itu Harun?” kata Jaksa yang dijawab Kusnadi dengan anggukan dan ungkapan yakin. “Yakin, Pak.”
Dalam kesempatan tersebut, Kusnadi juga mengaku ditipu oleh tim penyidik KPK saat perampasan ponsel Hasto yang dikantonginya kala menemani atasannya diperiksa lembaga tersebut pada 10 Juni 2024 lalu. “Di situ saya ditipu,” kata Kusnadi. Ketika ditanya siapa yang menipu, ia mengatakan ditipu oleh seorang penyidik KPK yang ia yakini Rossa Purba Bekti. “Pak Rossa itu.”
Ia menjelaskan, saat tengah menunggu Hasto diperiksa sembari merokok di area gedung KPK, ada dua orang yang menghampirinya. Keduanya mengatakan bahwa Hasto memanggilnya untuk naik ke lantai atas. Kusnadi mengetahui dirinya ditipu ketika atasannya, yang ia temui di lantai atas, menyangkal telah memanggilnya.
Ia menyebut bahwa sempat terjadi keributan di luar ruangan karena Hasto merasa keberatan melihat stafnya berada di lantai dua. Hasto, kata Kusnadi, memberikan waktu selama lima menit kepada penyidik sebelum mengembalikan Kusnadi ke bawah. Namun, bukannya diizinkan kembali turun, ia mengaku dibawa ke ruang pemeriksaan di sebelah ruang riksa Hasto untuk digeledah badan.
Penggeledahan itu, ia berujar, dilakukan para penyidik tanpa memberikannya penjelasan lebih dulu apakah dirinya diperiksa sebagai saksi atau tersangka. Ia mengaku menjalani pemeriksaan selama lebih kurang tiga jam di dalam ruangan tersebut. Ia juga disodorkan sebuah surat berita acara yang perlu ia tanda tangani. “Katanya biar cepat, saya diminta tanda tangan,” kata Kusnadi.
Kesaksian Nur Hasan
Dalam kesaksiannya, Nur Hasan membeberkan dampak psikologis terkait penyidikan KPK atas perkara ini. Di hadapan hakim, ia menceritakan bagaimana stigma ‘anak koruptor’ menghantui keluarganya. Putranya yang masih SMP menolak mengaji dan istrinya dihantui rasa malu akibat gunjingan tetangga, karena rumahnya didatangi KPK.
“Saya tanya kenapa kamu enggak ngaji? Istri saya masih nangis. Enggak mau Yah, aku malu ayah korupsi. Saya jadi pengen nangis. Saya bilang gini ke anak saya, ‘Ngapain kamu malu, ayah enggak korupsi kok’,” kata Nur Hasan.
Nur Hasan menceritakan kediamannya seluas 3 x 3 meter, didatangi petugas KPK untuk mencari Harun. Kehadiran petugas KPK membuat tetangga sekitar mengira Nur Hasan yang dituduhkan jadi bagian dari Hasto yang terlibat kasus korupsi Harun tersebut. “Kalau ayah korupsi kita enggak tinggal di sini. Rumah kita begini, kalau hujan bocor bahkan ayah bayar pajak,” kata dia.
Sidang Pemeriksaan Saksi, Jumat 9 Maret 2025
Dalam persidangan Jumat, 9 Maret, Jaksa menghadirkan dua penyidik KPK. Dua penyidik tersebut yaitu Rossa Purbo Bekti dan Rizka Anungnata. Rizka absen.
Kesaksian Rossa Purbo Bekti
Rossa mengatakan pihaknya menyita ponsel dari staf pribadi Hasto yakni Kusnadi, lantaran memiliki informasi penting mengenai Harun Masiku. Dia berujar bahwa kegiatan pengurusan Harun Masiku dikendalikan oleh Hasto.
“Jadi pada saat itu, kegiatan pengurusan Harun Masiku itu dari beberapa gadget alat komunikasi itu dikendalikan oleh terdakwa (Hasto),” ujar Rossa.
Sementara itu, dia mengklaim penyitaan alat komunikasi dari Kusnadi telah melalui prosedur yang berlaku di KPK. Pernyataan ini setelah Jaksa Penuntut Umum KPK memastikan penyitaan ponsel dari Kusnadi tidak ada unsur ancaman, tekanan, hingga paksaan.
“Betul, jadi kami melakukan pemeriksaan ini bukan hari yang pertama, ini sudah bertahun-tahun dan kami juga paham konsekuensinya, kami selalu bertugas melakukan hal-hal yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP),” katanya.