Pro-Kontra Penangkapan Mahasiswa ITB Pengunggah Meme Prabowo-Jokowi

5 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menuai sorotan. Sejumlah pakar hukum hingga pejabat bersilang pendapat atas penangkapan pengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan mantan presiden, Joko Widodo, berciuman itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Amnesty International Usman Hamid mengatakan penangkapan tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana. "Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons represif di ruang publik," kata Usman melalui keterangan tertulis pada Jumat, 9 Mei 2025. 

Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur juga berpendapat penangkapan terhadap SSS telah menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut dia, meme yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) itu merupakan bentuk ekspresi kritik terhadap isu matahari kembar, di mana kepemimpinan Prabowo sebagai Kepala Negara masih dibayangi oleh pengaruh Jokowi. "Ini bagian dari satir, gambaran di mana Prabowo dan Jokowi dianggap sebagai dua matahari yang bersatu," ujar Isnur kepada Tempo pada Sabtu, 10 Mei 2025. 

Dengan demikian, kata dia, penangkapan itu telah menyalahi aturan karena lembaga negara atau pejabat publik bukanlah entitas yang reputasinya dilindungi oleh UU ITE. Tak hanya itu, Isnur menyebut Kepolisian juga tidak bisa menahan mahasiswa itu dengan pasal asusila.

Alasannya, Pasal 27 Ayat 1 tentang Kesusilaan dalam UU itu belum memberikan penjelasan detail mengenai tindak asusila seperti apa yang ingin dijerat. Sehingga, Isnur menilai, meme Prabowo-Jokowi berciuman yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan itu juga belum jelas statusnya. 

Di sisi lain, ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Albert Aries berpendapat bahwa perbuatan SSS telah memenuhi unsur tindak pidana dalam pasal yang disangkakan oleh kepolisian. "Yakni sengaja tanpa hak menyiarkan, mempertunjukan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronikyang memiliki muatan melanggar kesusilaan untuk diketahui umum," kata Albert membacakan unsur tindak pidana dalam pasal Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang kesusilaan.

Dia juga menjelaskan bahwa pengertian kesusilaan sudah diatur secara jelas dalam KUHP baru Pasal 406. Dalam aturan tersebut, Albert berujar, disebutkan bahwa melanggar kesusilaan adalah melakukan perbuatan, mempertunjukkan ketelanjangan, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. 

"Pertanyaannya, bukankah mem-posting foto dua orang laki-laki berciuman yang notabene presiden ke tujuh dan ke delapan melanggar kesusilaan dalam kehidupan bangsa Indonesia?" tuturnya melalui keterangan tertulis, Sabtu. 

Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi menyarankan mahasiswa itu dibina bukan dihukum. Apalagi, hal itu berkaitan dengan menyampaikan pendapat.

"Mungkin nanti bisa diberi pemahaman dan pembinaan supaya jadi lebih baik lagi, tapi bukan dihukum gitu. Karena ya ini kan dalam konteks demokrasi," kata dia usai mengikuti Gerakan Milenial Pencinta Tanah Air bertajuk 'Ada Apa dengan Prabowo', Jakarta, Sabtu, 10 Mei 2025.

Meski begitu, Hasan mengatakan, pemerintah menyerahkan kasus ini kepada Kepolisian. Apalagi bila berkaitan dengan pasal-pasal hukum. "Kalau soal hukumnya kita serahkan saja itu kepada penegak hukum," kata dia. 

Hendrik Ya putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Istana: Peringatan Prabowo Soal Ancaman Perang Terbukti

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |