Ekonom: Industri Ojol Berkembang karena Minimnya Lapangan Kerja

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan industri ojek online atau ojol berkembang bukan hanya karena inovasi teknologi. Ia berpendapat, minimnya lapangan pekerjaan hingga fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) turut menjadi faktor pendukung.

“Industri ojol menjadi semacam katup pengaman kondisi ketenagakerjaan. Harus diakui, ini membuat driver memiliki daya tawar yang lemah,” kata Awalil kepada Tempo, Rabu, 21 Mei 2025.

Sampai sekarang, asosiasi driver ojol masih menuntut keadilan tentang penetapan dan potongan tarif. Sementara ini, aturan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menetapkan potongan tarif aplikator maksimal sebesar 20 persen. Namun, aplikator diduga melanggar dan mengambil komisi melebihi ketentuan. Driver ojol pun mendesak Dewan Perwakilan Rakyat maupun pemerintah menetapkan tarif  baru sebesar maksimal 10 persen.

Di tengan kondisi ini, Awalil mengatakan perlu peran pemerintah maupun DPR untuk menciptakan industri ojol yang sehat. Keduanya harus menjadi wasit dan pengawas yang baik di industri ini. Penyusunan regulasi atau kebijakan pun harus berdasarkan kajian yang baik, melalui pertimbangan teknokratis, dan tidak berdasarkan tekanan populis. “Tentu, dengan tetap berupaya keras melindungi seluruh kepentingan rakyat. Artinya, bukan hanya driver tetapi masyarakat yang dilayani juga,” kata dia.

Ketua Komisi V DPR Lasarus menyatakan akan segera menyusun regulasi berupa undang-undang yang mengatur tentang angkutan online.  Ia menyatakan komisinya akan bekerja cepat untuk menyiapkan naskah dan segera berkonsultasi dengan Pimpinan DPR. Setelah naskah akademik selesai, rancangan UU itu akan dibahas di Badan Legislasi, lalu dibawa ke sidang paripurna untuk ditetapkan menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan dilanjutkan dengan pembahasan.

“Tidak usah khawatir, kami akan melibatkan semua stakeholder dalam pembahasan Undang-Undang ini nantinya,” kata Lasarus saat rapat dengar pendapat umum (RDPU)  dengan asosiasi pengemudi ojol di Gedung Parlemen Senayan, Rabu, 21 Mei 2025.

Rencana penyusunan beleid itu disambut asosiasi ojol. Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan driver ojol memang membutuhkan pengakuan secara hukum melalui Undang-Undang Transportasi Online. Ia pun meminta beleid itu dibuat khusus, terpisah dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Alasannya, ojek online masih dianggap ilegal dalam undang-undang tersebut.

“Jadi, diaturnya (ojol dalam Undang-Undang Transportasi Online) adalah alat transportasi berbasis aplikasi atau disebut transportasi online nanti,” ucap Igun saat ditemui usai RDPU dengan Komisi V.

Selama ini, payung hukum ojol masih sebatas Peraturan Menteri Perhubungan. Menurut Igun, kedudukan profesi ojol akan semakin kuat bila diakui melalui Undang-Undang Transportasi Online. Pasalnya, melalui undang-undang, akan ada sanksi yang bagi pihak yang melanggar ketentuan. “Yang terjadi saat ini kan regulasi yang ada tidak menerapkan sanksi sehingga perusahaan aplikasi bebas saja melanggar,” ujar Igun.

Pilihan Editor:   Bagaimana Status Pengemudi Ojek Online di Berbagai Negara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |