Bulan-bulan Terakhir Paus Fransiskus Bergulat dengan Pneumonia Ganda, Apa Itu?

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah kabar duka datang dari Vatikan pada Senin pagi, 21 April 2025. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, menghembuskan napas terakhirnya pada pukul 07.35 waktu setempat. Keterangan resmi yang dibacakan Camerlengo Kardinal Kevin Farrell menyebut, "Seluruh hidupnya didedikasikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya."

Namun di balik doa dan duka itu, tersimpan catatan medis panjang yang membayangi hidup pria bernama asli Jorge Mario Bergoglio. Dalam tahun-tahun terakhirnya, Paus Fransiskus bergulat dengan sejumlah penyakit kronis, termasuk yang belakangan ini kerap disebut sebagai pneumonia ganda atau pneumonia bilateral.

Pneumonia bilateral adalah istilah medis untuk infeksi paru-paru yang menyerang kedua sisi organ vital pernapasan tersebut.

Apa Itu Pneumonia Bilateral?

Menurut laman Cleveland Clinic, pneumonia adalah infeksi paru yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Infeksi ini menimbulkan pembengkakan jaringan dan menumpuknya lendir atau cairan di dalam paru-paru. Jika infeksi terjadi pada kedua paru secara bersamaan, kondisi tersebut disebut sebagai pneumonia bilateral atau yang awam dikenal dengan istilah double pneumonia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi ini lebih parah dibanding pneumonia biasa karena mempengaruhi seluruh sistem pernapasan. Dalam banyak kasus, pasien akan mengalami kesulitan bernapas berat, demam tinggi, serta batuk berdahak. Risiko kematian meningkat drastis, terutama jika penderita adalah lansia dengan riwayat medis panjang, seperti yang dialami oleh Paus Fransiskus.

Dokter Ungkap Kerentanan Paus

Dr. Marc Siegel dari NYU Langone Health menyebut bahwa tingkat keparahan pneumonia bilateral sangat tergantung pada sistem imun dan kondisi kesehatan dasar seseorang. 

“Jika pasien punya riwayat paru-paru, risiko meningkat. Saya mencurigai infeksi streptococcus atau pneumokokus dalam kasus ini,” katanya kepada Fox News Digital, 19 Februari 2025 lalu.

Paus Fransiskus bukan perokok, namun catatan medisnya menunjukkan bahwa ia pernah menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru pada tahun 1957, di usia 21 tahun. Kala itu, ia terserang infeksi paru-paru berat saat masih berada di Argentina. Operasi tersebut membuatnya lebih rentan terhadap infeksi pernapasan sepanjang hidupnya.

Infeksi Polimikrobial dan Komplikasi Kronis

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. Tjandra Yoga Aditama, menyatakan bahwa istilah "pneumonia ganda" sebenarnya bukan terminologi medis yang baku. “Yang benar adalah pneumonia bilateral, yaitu infeksi pada paru kiri dan kanan,” ujarnya di Jakarta, dikutip Antara, Senin, 21 April 2025.

Lebih lanjut, Tjandra menjelaskan bahwa laporan medis Vatikan menyebut Paus mengalami infeksi polimikrobial, yakni infeksi yang disebabkan lebih dari satu jenis mikroorganisme, termasuk bakteri dan virus. Ini membuat pengobatan menjadi lebih kompleks dan membutuhkan terapi ganda. Dalam kasus Paus, pneumonia ini berkembang dalam konteks bronkiektasis dan bronkitis asmatik, dua kondisi paru kronis yang menurunkan fungsi pernapasan secara signifikan.

Selain itu, Paus juga mengalami trombositopenia (penurunan kadar trombosit) dan anemia, dua indikator bahwa tubuhnya sedang mengalami tekanan infeksi sistemik. Dalam kondisi berat, pneumonia bilateral bisa berkembang menjadi sepsis, infeksi menyebar ke aliran darah, yang dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

Catatan Kesehatan Paus: Kronologi yang Mengkhawatirkan

Sakit bukan hal baru bagi Paus Fransiskus. Dalam dua dekade terakhir hidupnya, berbagai gangguan kesehatan telah membayanginya. Pada 2020, ia menderita skiatika, penyakit saraf yang menyebabkan nyeri hebat. Setahun berselang, pada Juli 2021, ia menjalani operasi usus besar untuk mengatasi stenosis divertikular.

Tahun 2023, Paus kembali masuk rumah sakit karena bronkitis, kemudian menjalani operasi hernia. Bahkan pada akhir 2024, ia jatuh dan membentur dagu hingga mengalami hematoma besar. Sementara itu, kemampuan mobilitasnya juga makin terbatas akibat nyeri lutut kronis. Ia kerap terlihat menggunakan kursi roda dan absen dari sejumlah agenda publik.

Defara Dhanya, Yayuk Widiyarti dan Dewi Rina Cahyani turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |