TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menerbitkan peringatan dini ihwal gelombang tinggi di berbagai perairan di Indonesia. Laju angin berpotensi meningkatkan tinggi gelombang laut hingga maksimal 4 meter di sejumlah area.
Prakirawan BMKG Ryan Putra Pambudi mengatakan angin di wilayah Indonesia bagian utara sedang bergerak ke barat daya sekencang 4-20 knot. Kecepatan angin di wilayah selatan lebih tinggi, bisa menembus 25 knot, menuju tenggara. "Kecepatan angin tertinggi terpantau di Samudra Hindia Selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), lalu di Laut Banda dan Laut Arafuru," kata Ryan melalui keterangan tertulis pada Selasa, 20 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk peringatan dini yang berlaku hingga 23 Mei nanti, ada potensi gelombang tinggi 2,5-4 meter di Samudra Hindia sebelah barat Bengkulu, lalu di perairan sebelah selatan Jawa Barat hingga Bali dan Nusa Tenggara. Ryan juga mengingatkan soal risiko gelombang laut menengah 2,5 meter di beberapa perairan yang beririsan dengan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Gelombang tinggi juga ada di beberapa selat dan jalur penyeberangan, seperti Selat Malaka bagian utara, Selat Karimata bagian utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Sumbawa, Laut Banda, beberapa bagian Laut Arafuru, Laut Natuna, dan beberapa wilayah lain di Indonesia bagian timur. "Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah tersebut dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran," tutur Ryan.
Secara reguler, tim BMKG selalu mengimbau masyarakat untuk selalu waspada, terutama bagi nelayan. Mereka yang melaut dengan perahu nelayan kecil diminta mewaspadai angin yang lajunya lebih dari 15 knot, serta gelombang di atas 1,25 meter. Kapal tongkang juga harus memperhatikan kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang melebihi 1,5 meter.
Adapun pengelola kapal ferry diminta waspada saat kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang mencapai 2,5 meter. Armada besar, seperti kapal kargo dan kapal pesiar, wajib memantau kondisi ketika kecepatan angin menembus 27 knot dan tinggi gelombangnya 4 meter.
Selain angin kencang di lautan, kondisi cuaca buruk di daratan belakangan masih dipengaruhi oleh bibit badai vorteks di Samudra Hindia. Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan dinamika atmosfer itu menyebabkan kemarau basah, ketika curah hujan masih tinggi di awal musim kering.
"Dinamika badai vorteks di Samudra Hindia tersebut telah efektif menunda awal musim kemarau sehingga kondisi sering hujan yang terjadi di Sumatera bagian selatan dan Jawa masih akan terus berlangsung selama dasarian kedua Mei 2025," ujarnya pada 15 Mei lalu.
Menurut Erma, bibit badai vorteks telah berperan signifikan dalam meningkatkan aktivitas awan dan hujan kembali di wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Jawa. Hujan kembali meningkat di sejumlah wilayah di sebagian besar Jawa selama beberapa hari terakhir.