Amnesty International Indonesia Catat 13 Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Sepanjang 2024

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mencatat 13 pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi terjadi di Indonesia sepanjang 2024. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, dari 13 kasus tersebut, sebanyak 15 orang menjadi korban.

“Artinya setiap satu bulan selalu ada kasus pelanggaran kebebasan berekspresi,” ujar Usman dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan HAM Amnesty International di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 29 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usman mengatakan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi ini menggunakan instrumen hukum yang legal, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Contoh kasus pelanggaran hak kebebasan berekspresi terjadi pada kasus kriminalisasi Septia Dwi Pertiwi oleh pemilik PT Hive Five, Henry Kurnia Adhi alias John LBF.

Septia dilaporkan setelah perempuan itu mengkritik upah perusahaan tersebut yang masih di bawah UMR dan juga upah lembur yang tak dibayarkan. Selain itu, dia juga mengeluhkan jam kerja lebih dari 8 jam, hingga pemotongan gaji sepihak oleh perusahaan. Berbagai kritik tersebut disampaikan Septia lewat akun media sosial pribadinya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap Septia Dwi Pertiwi terbukti telah mencemarkan nama baik Jhon LBF. Mereka menuntut hukuman satu tahun penjara terhadap Septia. Jaksa menilai Septia telah melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 36 Jo Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, JPU juga menuntut mantan karyawan John LBF itu pidana denda sebesar Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara.

Usman berpendapat dalam kasus-kasus seperti ini, negara seharusnya hadir dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang menyampaikan kritiknya. “Namun, dalam kasus ini negara yang diwakili oleh jaksa, justru ingin terus memidanakan ekspresi-ekspresi politik yang sah,” kata dia.

Meski demikian, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan Septia tidak terbukti bersalah dan memvonisnya bebas. “Menyatakan terdakwa Septia Dwi Pertiwi tersebut tidak terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana,” kata Hakim Saptono saat membacakan putusan, di ruang sidang Ali Said Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu, 22 Januari 2025.

Majelis Hakim menyatakan Septia tidak bermaksud melakukan pencemaran nama baik atau merugikan serta tidak ada tujuan khusus terhadap Jhon LBF dan menyatakan Septia harus dibebaskan dari segala dakwaan dan unsur pidana.

Dengan demikian, bukti tersebut menjadi pembenaran bahwa Septia tidak terbukti bersalah atas dakwaan Jaksa. "Tetapi ada keinginan agar tidak ada karyawan lain merasakan hal yang sama,” kata Hakim Saptono. 

Alfitria Nefi P. berkontribusi dalam artikel ini
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |