Tiga Terdakwa Lahan Ganja di Kawasan Bromo Diganjar 20 Tahun Penjara

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Lumajang - Tiga terdakwa kasus lahan ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lumajang, Selasa, 29 April 2025. Ketiganya, yaitu Tomo bin (Alm) Sutamar, Tono bin Mistam, dan Bambang bin Narto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti diatur dalam pasal 111 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Sidang putusan terhadap tiga terdakwa itu digelar secara bergantian pada Selasa ini yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB. Terdakwa yang mendapat giliran pertama mendengarkan amar putusannya itu adalah Tomo. Berturut-turut kemudian Tono dan Bambang.

Sidang putusan terdakwa Tomo dan Tono dipimpin oleh hakim ketua Redite Ika Septina dan didampingi dua hakim anggota, yakni Faisal Ahsan dan I Gede Adhi Gandha Wijaya. Sementara untuk terdakwa Bambang, hanya salah satu hakim anggota saja yang diganti. Amar putusan itu juga dibacakan secara bergantian oleh tiga hakim yang menyidangkan kasus ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketiga terdakwa ini sama-sama divonis hukuman 20 tahun penjara dipotong masa tahanan serta denda Rp 1 miliar atau pidana pengganti 5 bulan penjara. Majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa telah terbukti dengan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika Golongan I, dalam bentuk tanaman berupa pohon ganja yang beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon. 

Putusan majelis hakim itu lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum, Prastyo Pristanto. Dalam sidang sebelumnya, Bambang dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 5 bulan penjara. Tomo dituntut 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 5 bulan penjara. Sementara Tomo dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara. 

Majelis memiliki sejumlah pertimbangan sebelum menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada tiga terdakwa. Beberapa pertimbangan yang dibacakan di muka persidangan itu tren meningkatnya kejahatan yang menyangkut tentang narkotika baik mengenai peredarannya maupun mengenai jumlahnya. 

"Sehingga, kejahatan tentang narkotika ini masuk dalam kategori kejahatan luar biasa atau extraordinary crime," kata salah satu hakim anggota I Gede Adhi Gandha Wijaya saat mendapat giliran membacakan putusannya di depan terdakwa Tomo dan Tono. 

Pertimbangan berikutnya adalah ihwal pendapat hakim yang menyatakan bahwa tindakan tersebut sudah terorganisir dan berkualifikasi dalam sindikat peredaran gelap narkotika. Hal ini dibuktikan dalam proses persidangan, bahwa terdakwa berperan sebagai penanam karena bibit dan pupuk telah disiapkan oleh Edi, yang masih buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) sesuai dengan pengakuan terdakwa. 

Selain itu ada pula yang berperan sebagai pengepul berdasarkan keterangan saksi Bambang bin Narto yang menyatakan ada pula penanam lainnya. Majelis hakim juga memiliki pertimbangan untuk melindungi masyarakat terutama generasi yang  masih muda (sosial defense) dan juga untuk memberikan efek jera umum bagi orang-orang yang menanam narkotika baik saat ini maupun di masa yang akan datang. 

"Ini juga merupakan bagian dari pelaksanaan Konvensi Internasional "United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, 1988".

Sehingga, menurut majelis hakim, ganja harus diberantas dengan cara yang luar biasa. Undang-undang Narkotika mengatur tentang penjatuhan pidana mati maupun seumur hidupn bagi pelaku tindak pidana Narkotika tertentu, sehingga terhadap terdakwa akan dijatuhi pidana sebagaimana dalam amar putusan. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari bagi terdakwa dan kuasa hukum yang serta jaksa penuntut umum ihwal banding tidaknya setelah mendengarkan amar putusan tersebut. 

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |