TEMPO.CO, Jakarta - KPK menyatakan pemberantasan korupsi merupakan proses yang tidak sederhana. Setiap penanganan perkara memiliki kompleksitasnya masing-masing, baik dari sisi teknis penegakan hukum maupun dari dimensi akar masalah yang melatarbelakanginya. Pada prinsipnya, kerja-kerja penindakan tidak bisa berjalan sendiri.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan lembaganya terus melakukan integrasi dan sinergi mulai internal hingga eksternal melalui aspek pencegahan, pendidikan, serta koordinasi dan supervisi di seluruh lini. Misalnya, dari beberapa perkara yang ditangani oleh KPK, selanjutnya dilakukan upaya-upaya perbaikan sistem serta mendorong perbaikan regulasi, tata kelola, melalui pendekatan pencegahan. “Sehingga mampu memitigasi potensi korupsi secara komprehensif. Tujuannya, agar potensi korupsi serupa tidak terulang,” kata dia kepada Tempo, Rabu, 21 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan itu diungkap Budi merespons pidato presiden Prabowo Subianto yang mengungkapkan bahwa ada penegak hukum yang diancam karena membongkar kasus korupsi untuk menyelamatkan uang rakyat. Budi menjelaskan pendekatan yang diterapkan KPK semakin relevan saat perkara korupsi terjadi di tingkat pemerintah daerah.
Dalam situasi tersebut, KPK menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi secara aktif—baik dengan aparat penegak hukum di daerah maupun dengan jajaran pemerintah setempat—untuk memastikan proses hukum berjalan transparan sekaligus mendorong pembenahan sistem secara struktural. Sebagai langkah preventif, ucap Budi, KPK juga memperkuat kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan antikorupsi. KPK mendorong kehadiran dan peran Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) dan Ahli Pembangun Integritas (API) di berbagai instansi, kementerian/lembaga, hingga pemerintah daerah, yang diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai integritas dan membentuk ekosistem birokrasi yang lebih bersih.
Sebaliknya, tidak sedikit kasus yang berhasil diungkap KPK justru bermula dari upaya pencegahan korupsi. Seperti halnya perkara korupsi yang melibatkan Rafael Alun Trisambodo dan Andhi Pramono, yang mencuat setelah ditemukan kejanggalan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Temuan tersebut berawal dari pemantauan pencegahan, yang kemudian ditindaklanjuti ke ranah penegakan hukum.
Melalui pendekatan yang saling terhubung antara penindakan, pencegahan, pendidikan, serta koordinasi dan supervisi, KPK membangun fondasi pemberantasan korupsi yang lebih kokoh dan berkelanjutan. Namun upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. Dia berujar KPK terus memperkuat sinergi dengan para pemangku kepentingan—baik antar aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN/BUMD—untuk mengurai tantangan yang kompleks.
Sebab, perjuangan melawan korupsi adalah tanggung jawab kolektif. KPK juga turut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut terlibat, karena hanya dengan kolaborasi yang kuat, pemberantasan korupsi dapat berjalan lebih efektif.