Pro Kontra Pelantikan Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD

10 hours ago 4

KOMISARIS Jenderal Muhammad Iqbal dilantik sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah atau Sekjen DPD menggantikan Rahman Hadi pada Senin, 19 Mei 2025. Pelantikan itu berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 79 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 9 Mei 2025.

Pelantikan Iqbal yang berstatus polisi aktif menjadi Sekjen DPD itu menuai kontroversi. Sejumlah kalangan menilai pelantikan tersebut melanggar sejumlah aturan. Sebelum dilantik sebagai Sekjen DPD, lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1991 itu terakhir menjabat Perwira Tinggi Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri.

Muhammad Iqbal Jabat Sekjen DPD Sesuai TAP MPR-UU Polri

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan penempatan Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD memiliki dasar hukum kuat, yakni TAP MPR dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang memberi ruang bagi polisi aktif duduk di posisi Sekjen DPD.

Dia menuturkan hal tersebut merujuk pada filosofi konstitusional Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai sesuai mandat reformasi Polri dalam TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000.

Secara khusus Memorie van Toelichting (penjelasan tentang rumusan pasal-pasal dalam undang-undang) TAP MPR tersebut, kata Rudianto, memberikan moral call pentingnya Polri melakukan peran pelayanan publik kepada masyarakat dengan karakter sipil secara profesional dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Hal ini semakin dipertegas pada kewajiban konstitusional Polri pada Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang menegaskan tugas dan fungsi kepolisian sebagai pengayom, pelindung, pelayan masyarakat serta penegakan hukum. Semangat inilah yang mengilhami karakter hukum lahirnya UU Polri,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 22 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai NasDem itu menambahkan UU Polri juga memberikan legitimasi penempatan perwira tinggi Polri di luar institusi kepolisian.

“Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun penugasan aktif juga dimungkinkan jika relevan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan perintah Kapolri,” ujarnya.

Menurut dia, berdasarkan tafsir autentik ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

“Artinya, berdasarkan tafsir otentik dengan logika hukum a contrario (dari yang sebaliknya), jika jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan tugas dan fungsi kepolisian dan/atau dengan berdasarkan penugasan Kapolri, hal tersebut dapat dilakukan terhadap perwira tinggi polisi aktif selama berdasarkan penugasan Kapolri dan relevan dengan tugas dan fungsi kepolisian sebagaimana mandat Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945 yang didasarkan pada kebutuhan lembaga dan semangat sinergi antarinstitusi untuk meningkatkan pencapaian tujuan bernegara,” tuturnya.

Dia menjelaskan penempatan Iqbal sebagai Sekjen DPD harus dilihat secara utuh, baik dari aspek filosofis maupun regulasi. “Ini bukan hal baru. Selama penugasan tersebut sesuai dengan kebutuhan lembaga dan mendukung sinergi antar-institusi, maka secara hukum sah dilakukan,” katanya.

Penempatan Personel Polri di Jabatan Sipil Bukan Hal Baru

Menurut Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jokowi-Ma'ruf Amin, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai anggota Polri ketika bertugas di ranah sipil tetap mengerjakan penugasan di institusi asalnya.

Ade Irfan menyarankan adanya gagasan cuti dari kedinasan. “Misalnya dengan cuti dinas, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan,” ujar dia.

Dia menegaskan penempatan Iqbal di DPD bukan hal baru, penempatan personel Polri ke dalam instansi sipil sudah pernah dilakukan sebelumnya. “Di KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan kementerian lain juga ada. Jadi sebenarnya posisinya sama saja, selama tidak ada penyalahgunaan wewenang,” kata dia.

Formappi Nilai Pelantikan Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD Langgar Dua UU

Adapun Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai pelantikan Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD melanggar undang-undang. Ketua Umum Formappi Lucius Karus Formappi menyatakan setidaknya dua undang-undang ditabrak dalam pelantikan itu. 

Pertama, pelantikan itu ditengarai melanggar UU Polri. Pasal 28 ayat (3) UU Polri memerintahkan agar polisi yang menduduki jabatan di luar kepolisian harus mengundurkan diri atau pensiun dini. “Jadi hakikatnya polisi aktif dilarang menduduki jabatan di luar kepolisian,” ujar Lucius saat dihubungi pada Selasa, 20 Mei 2025.

Adapun peraturan kedua yang disebutkan Lucius ialah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dia mengatakan Pasal 414 ayat (2) UU MD3 menyatakan Sekjen DPD harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan polisi bukan merupakan PNS.

“Dari syarat dasar di UU MD3 ini, entah bagaimana menjelaskan seorang polisi sebagai Pegawai Negeri Sipil ditambah lagi dengan soal profesionalismenya,” ujar Lucius. 

Dia meyakini Muhammad Iqbal tak memiliki kualifikasi yang memenuhi syarat profesionalisme Sekjen DPD.

Muhammad Iqbal Harus Mundur atau Pensiun Dini dari Polri

Sementara itu, Ketua Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga menyoroti rangkap jabatan Muhammad Iqbal. Usman menyebutkan, jika pelantikan Iqbal tidak didahului dengan pengunduran diri atau pensiun dini dari kepolisian, maka penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil melanggar undang-undang. 

Khususnya Pasal 28 ayat (3) UU Polri dan Pasal 10 ayat (3) TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri. “Keduanya mengatur bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” ujar Usman pada Selasa, 20 Mei 2025.

Dian Rahma Fika dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Fakta-fakta Sekolah Unggulan Garuda yang Digagas Prabowo

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |