Kejaksaan Agung Menduga Sritex Pailit Karena Penyalahgunaan Kredit

8 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga korupsi penyalahgunaan kredit membuat PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex mengalami pailit. Mengapa?

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, penyidik terus mendalami penyalahgunaan kredit sebesar Rp 692,98 miliar untuk pembayaran utang oleh Iwan Setiawan Lukminto selaku Komisaris Utama Sritex. Salah satu yang didalami adalah apakah utang itu milik pribadi atau perusahaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sesungguhnya pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja," kata Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Jumat, 23 Mei 2025.

Dia menjelaskan, modal kerja artinya untuk operasionalisasi perusahaan. Sehingga korporasi tak mengalami kondisi yang tidak baik.

"Tetapi sekiranya dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, ini juga tidak dibenarkan," tutur Harli. 

Sebab, tidak sesuai peruntukannya. Dalam akad atau kontrak pemberian kredit, kata dia, sudah disepakati bahwa ini untuk modal kerja. Belum lagi ada indikasi, duit kredit tersebut juga digunakan membeli aset-aset yang tidak produktif bagi kinerja perusahaan. 

"Sehingga seperti yang kita ketahui sekarang, (Sritex) mengalami kepailitan," kata Harli. "Artinya, kalau manajemennya baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat."

Harli menuturkan, pada 2020 Sritex mendapatkan keuntungan sejumlah Rp 1,8 triliun. Tetapi pada 2021, perusahaan itu justru minus Rp 15 triliun lebih.

"Jadi ada deviasi yang cukup signifikan," tutur Harli. "Barangkali, itu lah yang menjadi anomali dan pintu masuk bagi kami untuk menganalisa kenapa sih harus sampai begitu? Ternyata di sana ada dugaan tindak pidana korupsi."

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit Sritex. Mereka adalah Iwan Setiawan Lukminto selaku Komisaris Utama Sritex, Zainuddin Mappa selaku Direktur Utama Bank DKI periode 2020, serta Dicky Syahbandinata selaku Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020.

"Menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadinya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit (Sritex)," kata 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, kasus ini berhubungan dengan pemberian kredit dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) serta PT Bank DKI Jakarta kepada Sritex. Penyidik menilai, pemberian kredit tersebut dilakukan secara melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 692,98 miliar. 

"Karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja," ucap Qohar, sapaannya, dalam konferensi pers pada Rabu, 21 Mei 2025. 

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |