Polemik Gelar Novita Tandry Dibawa ke Bareskrim, IPK: Keanggotaan Sudah Dicabut

2 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan praktik psikolog tanpa izin Novita Tandry memasuki babak baru. Dua psikolog, Lita Gading dan Adityana Kasandravati Putranto, mendatangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) untuk berkonsultasi apakah ada unsur tindak pidana atau tidak. “Kami baru mau berkonsultasi dahulu,” ujar Lita, Senin, 21 April 2025.

Sebelum berkonsultasi dengan Bareskrim, Kasandra membuat petisi daring untuk menuntut klarifikasi penggunaan gelar psikolog klinis oleh Novita Tandry. Petisi itu ditandatangani lebih dari dua ribu orang. Kasandra menyebut Novita terus mengeklaim sebagai psikolog klinis meski tak terdaftar di organisasi profesi resmi. “Masalah ini sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Ada keresahan karena beliau sering sekali diminta bicara di media,” kata Kasandra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penggunaan gelar psikolog tanpa sertifikasi dan izin resmi, kata Kasandra, berpotensi membahayakan masyarakat. Dalam banyak kesempatan, Novita menempatkan diri sebagai ahli, termasuk dalam kasus-kasus yang semestinya ditangani oleh psikolog forensik atau klinis bersertifikasi.

“Bicara tentang anak dan perkembangan itu masih enggak apa-apa, tapi kalau sudah bicara diagnosa klinis itu enggak boleh. Itu harus spesialis,” ujarnya. “Yang paling fatal menurut saya, pada saat dia memberikan komentar tentang tersangka. Itu tidak bisa. Dia harus punya sertifikat kompetensi psikolog forensik.”

Kasandra, yang pernah menjadi Humas Asosiasi Psikologi Forensik dan pengurus HIMPSI selama dua dekade, menjelaskan proses menjadi psikolog di Indonesia sangat ketat. “Untuk jadi psikolog itu berat sekali. Harus ada pendidikan, uji kompetensi, mempertahankan kompetensi, ngumpulin kredit profesi,” ujarnya.

Ia membandingkan, banyak lulusan luar negeri yang rela mengikuti prosedur ulang agar diakui secara legal di Indonesia. “Tapi yang bersangkutan tidak melakukan itu. Ketika kami cari di organisasi profesi, memang tidak ada,” ujarnya.

Ketua II Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Ratih Ibrahim menyatakan Novita sempat mendaftar sebagai anggota pada 17 Juli 2022. Namun, keanggotaannya dibatalkan pada 1 Agustus 2022 karena ijazah yang dikirim tak dapat diverifikasi. “Dia kirim copy digital ijazah dari University of New South Wales, tapi bentuknya aneh seperti copy-paste. Setelah kami cek ke UNSW, mereka menyatakan nama yang bersangkutan tidak dikenali,” ujar Ratih kepada Tempo melalui sambungan telepon.

Ratih mengatakan, IPK juga menerima laporan dari masyarakat yang meragukan klaim akademik Novita. Bahkan ada alumni UNSW yang menyatakan gelar tersebut tak sesuai dengan program studi psikologi yang lazim. “Orang-orang lulusan psikologi bilang enggak mungkin jadi psikolog kalau gelarnya Bachelor of Arts in Psychology. Harusnya Bachelor of Psychological Science,” kata Kassandra.

IPK menyatakan telah mengirim surat klarifikasi kepada Novita, namun tidak mendapat tanggapan. “Malah dia mengunggah tangkapan layar seolah-olah dia anggota aktif IPK, padahal sudah kami keluarkan sejak 2022,” ujar Ratih.

Kasandra menyebut petisi itu dibuat sebagai langkah awal untuk mendorong pertanggungjawaban moral, bukan hukum. “Saya belum mau melaporkan ke polisi. Tapi saya ingin tahu pendapat masyarakat. Kita berhak mendapatkan kejelasan. Dari 2022 sampai 2025, beliau punya enggak izin-izin itu?” katanya.

Novita Tandry menanggapi petisi terhadap dirinya melalui tautan Change. Ia menyebut petisi tersebut sebagai bentuk pencemaran nama baik. “Tolong dibantu untuk menandatangani petisi ini supaya oknum-oknum yang berusaha melakukan pencemaran nama baik kami dan keluarga, dan juga sebagai cara untuk pembunuhan karakter saya supaya dapat dihentikan,” tulisnya dalam pernyataan saat dikonfirmasi Tempo. Ia pun menyertakan tautan petisi tandingan.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |