PEMERINTAH akan kembali menerapkan sistem penjurusan untuk jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA), yang telah dihapus pada tahun ajaran 2024/2025. “Jurusan akan kita hidupkan lagi, jadi nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA dalam penerapan Kurikulum Merdeka yang digagas Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Mu’ti menuturkan, dengan diterapkannya kembali sistem penjurusan, maka dalam ujian akhir atau saat ini disebut dengan tes kemampuan akademik (TKA), siswa dapat memilih mata pelajaran yang paling diminatinya.
Siswa hanya mengikuti tes wajib, yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. “Untuk mereka yang ambil IPA, nanti boleh memilih tambahannya antara fisika, kimia, atau biologi. Untuk yang IPS juga begitu, dia boleh ada tambahan apakah itu ekonomi, sejarah, atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial,” tutur Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu.
Dia mengatakan sistem penjurusan kembali diterapkan untuk mendukung sejumlah komponen yang akan diatur dalam pelaksanaan tes kemampuan akademik, sistem pengganti Ujian Nasional. Tes ini merupakan ujian di pengujung jenjang akademik untuk mengukur kemampuan akademik seseorang. Berbeda dengan UN, tes ini tidak bersifat wajib dan hanya berlaku bagi mereka yang memang siap dan mampu menghadapi tes guna menambah penilaian individu.
Selain sifatnya tidak wajib, pembelajaran yang diujikan tetap sama dengan UN. Bagi kelas 6 SD dan 9 SMP, mata pelajaran yang wajib diujikan adalah Bahasa Indonesia dan Matematika. Sementara untuk kelas 12 SMA terdapat dua mata pelajaran tambahan, yaitu Bahasa Inggris dan pilihan antara IPA atau IPS.
Mu’ti menyebutkan tujuan pemerintah kembali menerapkan sistem lama ini adalah memberikan kepastian pada penyelenggara pendidikan, khususnya bagi lembaga pendidikan di luar negeri. “Jadi pas Pak Nadiem dulu diambil sampelnya aja, banyak kampus di luar negeri enggak mau terima soalnya enggak jelas ukuran kemampuan di pelajar. Sekarang, dengan hasil TKA, kemampuan masing-masing individu akan terukur,” kata Mu’ti.
Kilas Balik Penghapusan Sistem Penjurusan di SMA
Kemendikbudristek menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA pada tahun ajaran 2024/2025. Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek saat itu, Anindito Aditomo, peniadaan jurusan di SMA adalah bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan secara bertahap sejak 2021.
Pada 2022, hanya 50 persen yang menerapkan Kurikulum Merdeka. Pada 2024, Kurikulum Merdeka sudah diterapkan pada 90-95 persen satuan pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK. “Peniadaan jurusan karena sekolah sudah menggunakan Kurikulum Merdeka,” kata Anindito kepada Tempo pada Rabu 17 Juli 2024.
Anindito mengatakan, pada kelas 11 dan 12 SMA, murid yang sekolahnya menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau kariernya.
Dia mencontohkan seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran matematika tingkat lanjut dan fisika, tanpa harus mengambil mata pelajaran biologi.
Sebaliknya, seorang murid yang ingin berkuliah di jurusan kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran biologi dan kimia, tanpa harus mengambil mata pelajaran matematika tingkat lanjut. Dengan demikian, kata dia, murid bisa lebih berfokus membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya.
Menurut Anindito, persiapan yang lebih terfokus dan mendalam ini sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Yang terjadi, ketika ada pembagian jurusan, sebagian besar murid memilih jurusan IPA.
Hal ini belum tentu dilakukan berdasarkan refleksi tentang bakat, minat dan rencana kariernya, melainkan karena jurusan IPA diberi privilese lebih dalam memilih program studi di perguruan tinggi.
Di sisi lain, kata dia, penghapusan jurusan di SMA juga menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan non-IPA dalam seleksi nasional mahasiswa baru. Menurut dia, dengan Kurikulum Merdeka, semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua program studi melalui jalur tes, tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pada Rabu, 6 Maret 2024, Nadiem Makarim meyakini pemerintah selanjutnya tidak akan menghapus program Merdeka Belajar. Sebab, dia menilai program yang digagas di eranya itu sudah memberikan manfaat bagi guru, murid, hingga sekolah. “Saya yakin program dilanjutkan, karena Merdeka Belajar sudah menjadi gerakan,” kata dia.
Dede Leni Mardianti dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Beda Sikap PKS dan Demokrat soal Menteri Prabowo Bertemu Jokowi