TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi bakal menyelenggarakan sidang perdana atau sidang pemeriksaan pendahuluan, terkait gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Berdasarkan jadwal persidangan yang tertera di situs mkri.id gugatan yang diajukan Guru Besar Universitas Pertahanan Kolonel Mhd. Halkis itu akan dihelat pada Jumat, 25 April 2025.
"Pukul 13.30," seperti dilihat Tempo di situs mkri.id.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun, pemeriksaan pendahuluan merupakan sidang pertama Mahkamah dalam rangka memeriksa kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada permohon, terkait permohonan yang diajukan. Nantinya, sidang ini akan diikuti oleh panel hakim yang terdiri paling sedikit tiga hakim konstitusi.
Dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Halkis mengajukan gugatan uji materi UU TNI ke Mahkamah dengan alasan ketentuan yang ada mengekang hak prajurit sebagai warga negara.
Menunjuk Izmi Waldani dan Bagas Al Kautsar sebagai kuasa hukum, Halkis mendaftarkan gugatan dengan nomor registrasi 41/PAN.ONLINE/2025. Pasal yang ia gugat adalah Pasal 2 huruf d; Pasal 39 ayat (3); dan Pasal 47 ayat (2).
Pasal 2 huruf d yang mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, kata Halkis, tidak teoat secara logika.
Alasannya, pendekatan yang digunakan dalam definisi itu menggunakan pendekatan negatif, tidak menjelaskan tentara profesional secara positif. Sehingga, kata Halkis, terjadi kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme militer.
"Tentara profesional harus dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas secara netral, berbasis kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi, serta jabatan publik," kata dia.
Syahdan, Pasal 39 ayat (3) yang melarang prajurit untuk berbisnis, dia mengatakan, ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Halkis mencontohkan, di Amerika Serikat dan Jerman, prajurit justru diperbolehkan untuk memiliki usaha dengan mekanisme pengawasan yang jelas. Tetapi, aturan ini justru tidak berlaku di Indonesia.
Pun, Pasal 47 ayat (2) yang mengatur batasan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, ia menilai ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dia mengklaim, jika Mahkamah mengabulkan permohonan ini, maka akan terjadi perubahan besar dalam konsep profesionalisme militer ke arah yang lebih jelas, dengan berbasis prinsip konstitusi serta keadilan.