TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, reformasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bukan kebijakan yang diambil secara tergesa-gesa atau karena desakan negara tertentu. Ia menyebut pemerintah tetap memandang penting TKDN melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” ujar Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis, Ahad, 11 Mei 2025. Dinamika yang Agus Gumiwang maksud adalah pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reformasi TKDN, ujar Agus Gumiwang, menjadi bagian dari upaya jangka panjang pemerintah untuk memperkuat industri nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing nasional.
“Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN selama ini. Reformasi ini bertujuan agar kebijakan lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri,” ujar Agus Gumiwang.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, pemerintah akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reformasi ini agar implementasinya berjalan efektif dan tepat sasaran. Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menjadi landasan hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN, termasuk perbaikan mekanisme verifikasi, insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan agar mendorong komitmen penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor.
Agus Gumiwang juga mengapresiasi munculnya empat sub ayat baru pada pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah memprioritaskan dan wajib membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor. "Produk impor tidak diboleh dibeli dalam PBJ Pemerintah jika 4 urutan belanja diatas terpenuhi," ujarnya.
Adapun urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN sesuai dengan pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025 adalah sebagai berikut:
1. Jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) nya lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.
2. Jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
3. Jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen.
4. Jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa memberli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).