Kumpulan Kontroversi Menkes Budi Gunadi Sadikin: Pernah Sebut Jokowi Bosnya

8 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin menuai sorotan lantaran menyebut laki-laki yang memakai celana jeans ukuran 33 berpotensi lebih cepat meninggal dunia. Sebab, menurut dia, kondisi tersebut mengindikasikan seseorang mengalami obesitas, yang dikaitkan dengan risiko kematian lebih tinggi.

“Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jins? 34-33. Sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allah-nya lebih cepat, dibandingkan dengan yang celana jeans-nya 32,” kata Budi Gunadi Sadikin di Rusun Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Budi tersebut menuai kontroversi. Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia atau IDI Slamet Budiarto, statement yang disampaikan Budi adalah ngawur dan berlebihan. Ia menilai ujaran itu bisa dilontarkan oleh Budi karena tidak memiliki latar belakang kepakaran soal kesehatan.

“Itu kan ngawur, terlalu berlebihan karena beliau orang awam,” ujar Budiarto saat dihubungi pada Sabtu, 17 Mei 2025.

Budiarto juga menyoroti buruknya gaya komunikasi sang Menkes. Bagi Budiarto, seorang dokter yang benar-benar mengerti pun tidak akan menyampaikan informasi seperti itu. Sebab, ukuran celana yang menggambarkan indeks massa tubuh (IMT) yang diacu oleh Budi hanya salah satu dari parameter untuk menentukan obesitas.

“IMT itu juga tidak mendeteksi lemak dalam darah sehingga tidak bisa juga menggambarkan posisi lemak tubuh secara pasti. Apakah badannya besar karena otot atau karena lemak,” kata Budiarto.

Menurut dia, penggunaan ukuran celana untuk menentukan status kesehatan seseorang dinilai berbahaya karena tampilan fisik belum tentu mencermikan kondisi aslinya. Budiarto mencontohkan, misalnya orang dengan indeks massa tubuh yang kurang tetapi memiliki diabetes juga dianggap sakit.

Sehingga ia menilai pernyataan Budi tidak tepat. Bila ingin melihat kebugaran seseorang, yang diperiksa kesehatan jantung, kadar gula, hingga tekanan darah, alih-alih berpatok pada ukuran celana. Ia pun menyarankan kepada Budi untuk tidak mengomentari aspek teknis terlalu mendalam perihal kesehatan. Apalagi mematok umur seseorang.

“Ngapain dikaitkan dengan menghadap Tuhan, itu kan urusan takdir. Lebih baik imbauan-imbauan positif saja seperti cek tensi, cek darah,” katanya memberi saran.

Setelah menuai polemik, Budi pun memberikan penjelasan. Menurut dia, pernyataan tersebut merupakan sebuah analogi. Budi menjelaskan, laki-laki dengan celana jeans berukuran 33-34 akan lebih cepat menghadap Allah memberikan pesan tentang bahaya visceral fat atau lemak yang menumpuk di rongga perut.

“Gini, ini saya tuh kalau diomongin suka salah. Gini ya, lever (hati) ini, kalau kita makan normalnya masuk di bawah kulit. Kalau lemak lebih, dia nempel ke organ (lain), jantung, lever, ini. Itu namanya visceral fat, ini bahaya,” ujar Budi.

Dia juga menjelaskan bahwa sebenarnya pesan yang ingin ia sampaikan adalah seruan agar masyarakat memperhatikan body mass index atau BMI yang ideal yakni di bawah 24. Namun, menurut dia, pesan tersebut sulit dipahami oleh masyarakat awam sehingga dirinya memilih untuk menyederhanakannya dengan lingkar pinggang.

“Lebih gampang kalau lingkar perut laki-laki di bawah 90, lingkar perut wanita di bawah 80,” tutur dia.

Budi menambahkan, visceral fat atau lemak yang menempel pada tempat yang tidak seharusnya akan memicu pro-inflamasi sitokin berlebih. Pro-inflamasi sitokin adalah protein kecil yang disekresikan oleh sel-sel imun dan berfungsi untuk meningkatkan respons peradangan dalam tubuh.

Namun, apabila produksi protein kecil ini melebihi yang seharusnya, maka akan menyebabkan badai sitokin atau cytokine storm yang berpotensi merusak jaringan, kegagalan organ, bahkan kematian. Budi mengimbau agar masyarakat mengurangi konsumsi lemak.

“Itu baik buat kesehatan supaya kita tidak ada visceral fat-nya supaya tidak keluar yang pro-inflammatory sitokin itu,” ujar dia.

Menkes Sebut Orang dengan Gaji Rp 15 Juta Lebih Pintar dan Sehat

Selain soal ukuran celana jins, Budi juga mengundang polemik buntut pernyataannya yang menyebut orang dengan gaji Rp 15 juta memiliki kepintaran dan kesehatan yang lebih baik dibandingkan bergaji Rp 5 juta. Menurut Budi, bila seseorang tidak sehat dan tidak pintar, dipastikan gajinya Rp 5 juta.

“Kalau dia enggak sehat dan pintar tidak mungkin gajinya lima belas juta, pasti lima juta,” katanya dalam sebuah forum diskusi tentang Visi Kesehatan Era Prabowo di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025.

Menurut Budi, kemajuan sebuah negara dapat dilihat dari tingkat kesehatan dan kepintaran masyarakatnya. Ia menuturkan, besaran gaji juga bisa menjadi tolak ukur kepintaran dan kesehatan seseorang. Untuk mencapai tingkat kesehatan yang baik itu, kata dia, masyarakat harus memiliki gaji paling sedikit Rp 15 juta.

“Nah sekarang tantangannya gimana caranya menaikan dari Rp 5 juta ke 15 juta di 2045,” kata dia dalam sebuah dalam sebuah forum diskusi tentang Visi Kesehatan Era Prabowo di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025.

Kendati demikian, Budi menuturkan bukan perannya untuk meningkatkan gaji masyarakat. Kementerian Kesehatan, kata dia, hanya membantu dari sisi edukasi kesehatan, seperti mempromosikan kepada masyarakat tentang gaya hidup sehat. Salah satunya dengan memperhatikan berat badan agar ideal.

“Dan itu menyebabkan banyak penyakit seperti gula, darah tinggi, yang dimana menjadi faktor utama penyebab kematian rakyat Indonesia,” kata dia.

Menkes Akui Jokowi Sebagai Bosnya

Beberapa waktu lalu, Budi juga sempat mendapat sorotan lantaran menyebut Mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai bosnya. Hal ini mengundang polemik lantaran sebagai Menkes di Kabinet Merah Putih, Budi adalah pembantu Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan Budi kala itu memunculkan isu matahari kembar, alias adanya dua pemimpin.

Adapun Budi mengatakan Jokowi adalah bosnya usai bersilaturahmi ke kediaman Presiden ke-7 RI itu pada Jumat, 11 April 2025. Kepada awak media, Budi mengaku mengunjungi Jokowi dan Iriana Jokowi dalam rangka Lebaran 2025. Kunjungan tersebut, kata dia, dilakukan karena Jokowi adalah bosnya.

“Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi saya sama ibu silaturahmi, mohon maaf lahir dan batin,” ujarnya.

Dede Leni Mardianti, Dian Rahma Fika, Septia Ryanthie, dan Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |