TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dibahas di masa sidang berikutnya. Semula, DPR menyatakan akan melanjutkan pembahasan tentang perubahan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana itu setelah masa reses Lebaran 2025.
Namun, keputusan itu berubah. "Kami bersepakat (RUU KUHAP) belum di masa sidang saat ini, kita hold dulu kemungkinan besar (dibahas) baru di masa sidang yang akan datang," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Habiburokhman menjelaskan keputusan itu didasari karena mempertimbangkan singkatnya masa sidang DPR ke-17 ini. Menurut dia, masa sidang kali ini hanya memiliki 25 hari aktif. Sementara ia menyebut idealnya pembahasan RUU membutuhkan durasi paling lama hingga 2 bulan.
"Nah ini masa sidang kali ini agak unik, cuma 1 bulan. Jadi takutnya enggak memenuhi ketentuan bisa lebih dari 2 kali masa sidang," kata politikus Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra itu.
Selanjutnya, Habiburokhman juga menyebut selama menuju masa sidang berikutnya akan dimanfaatkan untuk menampung tambahan aspirasi masyarakat. "Satu bulan ke depan kami membuka diri terhadap masukan-masukan dari masyarakat terkait KUHAP," ujarnya.
Sebelumnya Komisi III DPR telah mengundang Koalisi Masyarakat Sipil untuk berdiskusi informal mengenai RUU KUHAP. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menegaskan pembahasan RUU KUHAP perlu menampung aspirasi dan kehendak seluruh lapisan masyarakat.
Isnur juga mendesak Komisi III untuk berhati-hati dalam membahas RUU KUHAP. “Jadi kami ingatkan agar pembahasan tidak terburu-buru, perlahan-lahan, dan tidak seolah ditargetkan akan selesai misalnya bulan Mei atau bulan Juni,” kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 8 April 2025. .
Koalisi pun menyoroti bahwa RUU KUHAP secara keseluruhan mencakup sebanyak 334 pasal, dengan total daftar inventarisasi masalah atau DIM yang perlu dibahas mencapai 1.570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan.
Maka dari itu, mereka meminta DPR untuk mengundang dan mendengarkan semua pihak, termasuk kelompok perempuan, kelompok buruh, kelompok nelayan, para guru besar, hingga masyarakat dengan disabilitas.
Pembahasan yang melibatkan semua lapisan masyarakat itu supaya segala masalah yang ada saat ini bisa tertampung dan tertangani. “Jangan sampai ini kayak pembahasan yang dikejar waktu, tapi tidak menyelesaikan masalah,” kata Isnur.
Penyelesaian RUU KUHAP ini dianggap krusial oleh pemerintah agar tidak terjadi ketimpangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai berlaku pada Januari 2026. Selain itu, pembaruan dianggap sebagai upaya untuk memastikan sistem hukum acara pidana yang lebih baik dan tidak menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelaksanaannya.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menargetkan pembahasan RUU KUHAP ini bisa selesai pada akhir 2025.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi pada penulisan artikel ini.