Kementerian Pendidikan Dasar Sebut Sekolah PAUD Negeri Tertinggal dari Swasta

2 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Kemendikdasmen) Gogot Suharwoto mengatakan saat ini masih terjadi ketimpangan antara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di lembaga swasta dan negeri. Mulai dari jumlah lembaga hingga kualitas pembelajaran.

"Di data kami bahwa PAUD itu 97 persen swasta, negerinya hanya 3 persen. Proporsi ini harusnya diusulkan sehingga paling tidak angkanya tidak sejomplang ini," ujar Gogot dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi X DPR RI di gedung parlemen, Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain timpangnya jumlah sekolah, Gogot menjelaskan kualitas pembelajaran di level PAUD negeri juga masih jauh dari standar pendidikan yang baik. Dia mengungkap setidaknya terdapat 3 hal yang membuat pembelajaran di pra sekolah dasar ini sulit berkembang. Pertama, menurut Gogot, disebabkan karena lemahnya dukungan dari pemerintah daerah. 

"Dilihat dari komitmen untuk anggaran juga masih kecil, hanya 0,69 dari total anggaran pendidikan. Kalau dibanding belanja yang lainnya hanya 0,2 persen," kata Gogot. Bahkan, dia mengungkap sebanyak 17.803 desa belum memiliki lembaga PAUD. 

Selanjutnya, keterbatasan ekonomi juga menjadi penyebab lambatnya perkembangan pendidikan  PAUD di Indonesia. Berdasarkan data Kemendikdasmen, Gogot berujar, dari 40 persen anak di keluarga dengan kategori termiskin baru 20 persen di antaranya yang mendapatkan pendidikan pra SD. Bahkan, PAUD negeri di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3 T), hanya mampu menampung 19 persen dari total 2,6 juta anak usia PAUD di daerah tersebut. 

"Angka ini masih terlalu rendah," ujar Gogot. 

Faktor ketiga penyebab lemahnya pendidikan anak usia dini adalah karena rumitnya regulasi tata kelola kelembagaan. Baik dalam perizinan pendirian lembaga yang berlapis maupun pemberian kesejahteraan pada tenaga pendidik. Gogot menyoroti banyaknya pengajar di PAUD yang belum pernah mengenyam pendidikan sarjana dan gaji yang hanya Rp 300 ribu per bulan. 

"Kesejahteraan masih sangat minim. Kemudian kompetensinya juga secara kualifikasi ini sekitar 50 persen belum S1 atau D4," kata Gogot. 

Oleh karena itu, dia mengusulkan agar nanti program pendidikan pra sekolah dasar ini juga dimasukan ke dalam wajib belajar dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dengan begitu, Gogot mengatakan Kemendikdasmen bisa mengajukan bantuan beasiswa untuk siswa dan tunjangan bagi tenaga pendidik. 

"Paling tidak anak TK harusnya ada program PIP. Kami sedang menghitung berapa jumlah yang diperlukan," ujarnya. Adapun untuk tenaga pengajar, direncanakan akan mendapatkan tunjangan guru non ASN. 

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menegah dan Komisi Bidang Pendidikan Dewan Perwakilan tengah menyusun naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Salah satu usulan yang mengemuka dalam aturan tersebut adalah wajib belajar 13 tahun dengan 1 tahun di antaranya termasuk pendidikan pra sekolah dasar. 

Aturan baru itu akan dimasukan ke dalam RUU Sisdiknas yang akan digabungkan dengan 3 UU pendidikan lainnya. Ketiga UU tersebut meliputi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |