TEMPO.CO, Jakarta - Jabatan Juru Bicara (Jubir) Presiden Republik Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga komunikasi publik antara istana dan rakyat. Juru Bicara Presiden RI dari masa ke masa, figur yang ditunjuk sebagai juru bicara kepresidenan mencerminkan kebijakan komunikasi masing-masing presiden.
Menariknya, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi untuk merangkap sebagai juru bicara presiden. Penunjukan ini dilakukan menyusul pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, yang sebelumnya menjalankan peran sebagai juru bicara Kepala Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prasetyo menyampaikan bahwa Kantor Komunikasi Kepresidenan di bawah kepemimpinan Hasan Nasbi tetap akan menjalankan fungsi sebagai juru bicara presiden. Kendati demikian, menurut Prasetyo, Presiden Prabowo kini menginginkan dirinya turut berperan aktif dalam menyampaikan informasi sebagai juru bicara.
"Semua bareng, Kantor Komunikasi Kepresiden tetap, nah kami tetap diminta untuk membantu," kata Prasetyo kepada wartawan di Jakarta pada Kamis, 17 April 2025.
Hasan menyatakan bahwa pandangannya muncul sebagai respons terhadap sikap wartawan desk politik sekaligus pembawa acara siniar Bocor Alus Politik, Francisca Christy Rosana atau Cica, di platform media sosial X. Ia menilai cuitan Francisca terkait aksi teror tersebut disampaikan dengan nada bercanda.
“Saya lihat medsos Cica. Dia minta dikirim daging babi. Artinya dia tidak terancam. Dia bisa bercanda. Kirimin daging babi dong,” tutur Hasan.
Hasan turut meragukan apakah kepala babi tersebut benar-benar dimaksudkan sebagai ancaman serius atau justru hanya dianggap sebagai bentuk candaan belaka. “Apakah itu beneran seperti itu? Atau cuma jokes? Karena mereka menanggapinya dengan jokes,” ujarnya.
Presiden Prabowo menilai Hasan kurang cermat dalam menyampaikan pernyataan, khususnya terkait komentarnya mengenai kepala babi. "Itu ucapan yang menurut saya teledor, keliru, saya kira beliau menyesal," ujar Ketua Umum Partai Gerindra itu dalam wawancara dengan tujuh media berbeda di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada 6 April 2025.
Prabowo menilai kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan oleh anak buahnya disebabkan karena mereka masih baru menjabat di pemerintahan. Ia menjelaskan bahwa banyak dari mereka berasal dari beragam latar belakang sehingga belum sepenuhnya terbiasa atau mampu menyesuaikan diri dengan pola komunikasi publik yang tepat.
Sementara itu, Prasetyo Hadi membantah bahwa penunjukannya sebagai juru bicara presiden merupakan akibat dari lemahnya kinerja Kantor Komunikasi Kepresidenan dalam menyampaikan kebijakan dan sikap pemerintah. Menurutnya, tugas baru tersebut justru dimaksudkan untuk memperkuat penyampaian kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
"Kalau ada yang kurang nanti kami perbaiki. Kami pemerintah memperbaiki, Bapak Presiden secara terbuka menyampaikan kalau ada kekurangan ya kami sadari akan kami perbaiki," kata Prasetyo.
Blunder Kantor Komunikasi Kepresidenan bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, Adita Irawati selaku juru bicara Presiden Prabowo Subianto juga sempat mengeluarkan pernyataan yang menuai kontroversi.
Dalam penjelasannya terkait sikap Presiden Prabowo yang dinilai selalu berpihak kepada masyarakat kecil, Adita menggunakan istilah "rakyat jelata". Pernyataan tersebut disampaikan saat menanggapi kasus Miftah Maulana yang dianggap menghina pedagang es teh dalam sebuah acara pengajian.
"Presiden kita Pak Prabowo Subianto, ini kalau dilihat dari berbagai baik itu pidato atau kunjungan beliau, terlihat sekali pemihakan beliau pada rakyat kecil, pada rakyat jelata," kata Adita dalam potongan klip yang viral di sejumlah platform sosial media pada Kamis, 5 Desember 2024. Cuplikan videonya itu lantas menuai kritikan tajam dari warganet.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan periode 2020–2024 itu kemudian menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang timbul akibat penggunaan kata "rakyat jelata". Ia mengakui bahwa pilihan katanya kurang tepat dalam konteks penyampaian tersebut.
Adita menegaskan bahwa pihak Istana sangat menyayangkan insiden itu. Melalui akun Instagram pribadinya pada hari Kamis, ia menjelaskan bahwa pernyataan tersebut tidak dibuat dengan sengaja.
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi 2018–2019 itu meyakini bahwa kontroversi muncul karena adanya pergeseran makna atas kata yang digunakan dalam konteks zaman sekarang.
Ia juga menjelaskan bahwa istilah "rakyat jelata" digunakan berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang diartikan sebagai rakyat biasa.
"Sekali lagi, tidak ada maksud untuk lemahkan atau rendahkan, kami akan terus introspeksi diri dan akan lebih hati-hari dalam gunakan bahasa," kata Adita seperti dikutip Kamis 5 Desember 2024. "Sekali lagi saya mohon maaf."
Jubir Presiden RI dari Masa ke Masa
Dalam sejarah perjalanan kepemimpinan Indonesia, posisi resmi juru bicara presiden pertama kali hadir di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu, Gus Dur menunjuk empat orang untuk mengisi peran tersebut: Wimar Witoelar, Wahyu Muryadi, Adhie Massardi, dan Yahya Cholil Staquf. Tiga nama pertama dikenal sebagai jurnalis senior, sementara Yahya Cholil merupakan tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU).
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, keberadaan juru bicara presiden tidak terlalu menonjol. Meski demikian, sejumlah tokoh seperti Pramono Anung, Sutjipto, Roy Binilang Bawatanusa Janis, dan Bambang Kesowo kerap tampil menyampaikan pandangan dan sikap presiden kepada publik.
Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat, posisi juru bicara presiden kembali diperjelas. SBY menunjuk beberapa tokoh untuk peran ini, yakni Dino Patti Djalal, Andi Mallarangeng, dan Julian Aldrin Pasha.
Pada awalnya, juru bicara presiden di masa pemerintahan SBY hanya terdiri dari Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal selama periode pertama Kabinet Indonesia Bersatu. Saat itu, Andi menjabat sebagai staf khusus SBY di bidang hubungan dalam negeri sekaligus merangkap sebagai jubir presiden untuk urusan dalam negeri. Sementara Dino menjabat sebagai stafsus di bidang hubungan luar negeri sekaligus jubir presiden untuk urusan luar negeri.
Pada periode kedua SBY atau Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Andi Mallarangeng diangkat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, sementara Dino tetap menjadi jubir dan dibantu oleh Julian Aldrin Pasha. Namun, pada 2010, Dino ditunjuk sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, lalu menjadi Wakil Menteri Luar Negeri pada 2014. Julian kemudian menjabat sebagai stafsus dan jubir untuk urusan dalam negeri.
Selama 1,5 tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi, tidak ada jabatan juru bicara presiden. Baru pada 12 Januari 2016, Jokowi mengangkat Johan Budi, yang sebelumnya menjabat jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai juru bicaranya. Pada periode kedua kepemimpinan Jokowi, Fadjroel Rachman ditunjuk sebagai jubir presiden untuk menggantikan Johan Budi yang kini menjadi anggota DPR RI.
Sultan Abdurrahman dan Eka Yudha Saputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.