ICW Desak KY Tak Loloskan Nurul Ghufron sebagai Calon Hakim Agung

7 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk tidak meloloskan Nurul Ghufron sebagai Calon Hakim Agung. Mereka menilai, meloloskan eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dalam daftar 68 calon hakim agung kamar pidana sama dengan mencederai integritas hukum negeri ini.

“Lolosnya Nurul Ghufron menjadi persoalan, sebab Nurul Ghufron pernah tersangkut masalah integritas, yaitu pernah dijatuhi sanksi etik atas intervensi yang dilakukan terkait mutasi pegawai Kementerian Pertanian,” ujar peneliti ICW Wana Alamsyah dalam pernyataan tertulis, Kamis, 24 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pengumuman Komisi Yudisial nomor 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025, nama Nurul Ghufron berada di urutan ke-43 dari 68 calon hakim agung kamar pidana yang lolos seleksi administrasi. "Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. - Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember," begitu yang tertulis di dokumen tersebut. Kasus penyalahgunaan wewenang yang Ghufron lakukan saat itu membuatnya gagal melaju dalam seleksi calon pimpinan KPK untuk periode 2024–2029.

Lolosnya Nurul Ghufron, kata Wana, kontraproduktif dengan cita-cita penegakan hukum yang memerlukan seorang hakim agung dengan integritas, keadilan, dan kejujuran. Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Ghufron seharusnya cukup menjadi alasan KY tidak meloloskan Ghufron lebih lanjut.

“Karena hakim agung tidak hanya bertugas untuk menegakan keadilan, namun juga berperan sebagai reformasi dan pembaharuan hukum,” ujarnya.

Menurut Wana, pemilihan hakim agung semestinya menjadi pintu masuk krusial untuk membenahi Mahkamah Agung dari praktik mafia peradilan yang selama ini ada. Integritas calon hakim agung harus dinilai bahkan sejak tahap administrasi, berikut rekam jejak calon hakim agung.

Adapun berdasarkan data ICW, 2 dari 29 hakim yang pernah terjerat kasus korupsi terpilih sebagai hakim agung, yaitu Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati. Atas perbuatanya, Gazalba Saleh bahkan diadili dua kali untuk kasus korupsi.

Wana mengutip Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025 tentang persyaratan untuk menjadi hakim agung. Pasa Pasal 6 ayat 2 yang mengatur mengenai persyaratan administrasi calon hakim agung nonkarier hanya mensyaratkan tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin, bukan sanksi etik, yang diduga menjadi gerbang kelolosan Ghufron.

Didasari hal ini, ICW juga mendesak Komisi Yudisial mengatur pula mengenai penjatuhan sanksi etik dalam tahap administrasi. “Sebab sanksi etik juga menjadi perhatian utama dalam menyaring calon hakim agung yang berintegritas,” tutur dia.

Berikut empat poin desakan ICW atas keputusan tersebut:

1.Tidak meloloskan lebih lanjut Nurul Ghufron sebagai Calon Hakim Agung.

2. Meninjau secara teliti rekam jejak dan integritas calon lain yang sudah lolos administrasi.

3. Memperbaiki Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2025 dengan menyertakan pelanggaran etik sebagai syarat administrasi bagi calon hakim agung nonkarier.

4. Menyediakan kanal informasi bagi publik mengenai calon hakim dalam rangka memperkuat partisipasi publik.

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |