Ekonomi Komando ala Prabowo: Di Balik Koperasi Merah Putih

4 hours ago 3

CONTOH baru pendekatan "ekonomi komando" dipraktekkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Melalui proyek bernama Koperasi Desa Merah Putih, Prabowo mengubah model pembentukan koperasi, dari yang awalnya bersifat bottom-up atau berasal dari anggota menjadi top-down atau diatur oleh negara.

Pada 27 Maret 2025, Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 yang mengatur soal percepatan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Dia menargetkan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih bisa beroperasi pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan hari koperasi Indonesia ke-78. Dalam aturan itu, Prabowo juga menetapkan tujuh jenis usaha yang harus dijalankan oleh Koperasi Desa Merah Putih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam sejumlah kesempatan, Prabowo dan para menterinya berseloroh Koperasi Desa Merah Putih dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengatasi persoalan ekonomi perdesaan. Menurut mereka koperasi bisa memutus jejaring rentenir, tengkulak, dan pinjaman online yang menjadi sumber kemiskinan di desa.

Untuk modal awal, pemerintah menghitung masing-masing Koperasi Desa Merah Putih perlu Rp 3 miliar-5 miliar. Dengan demikian kebutuhan pendanaannya mencapai Rp 400 triliun di tahun pertama. 

Lantas, dari mana sumbernya? 

Inpres Nomor 9/2025 menetapkan anggaran negara, anggaran daerah, dana desa, hingga pembiayaan dari bank milik negara sebagai sumber modal Koperasi Desa Merah Putih. Bahkan Prabowo juga mengincar sumber dana dari sumbangan tanggungjawab sosial perusahaan untuk membiayai koperasi ini. Sejumlah menteri, mulai dari Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, hingga Menteri Badan Usaha Milik Negara diperintahkan untuk mengawal proyek Koperasi Merah Putih.

Jika sepintas menyimak apa yang diklaim pemerintah, program ini tampak mulia. Tapi pengucuran dana besar-besaran ini bukan tanpa risiko. Kewajiban menjalankan tujuh jenis usaha, seperti yang diperintahkan dalam Inpres 9/2025, bisa membuat koperasi ini mandek lantaran bisnisnya tak cocok dengan kebutuhan masyarakat setempat. Pengelolaan koperasi oleh pihak-pihak yang tak kompeten atau berintegritas juga berpotensi membuat entitas ini bangkrut. Jika sudah begini, siapa yang bertanggung jawab pada dana-dana besar itu?

Ada kekhawatiran jika becermin pada kegagalan Koperasi Unit Desa pada era Orde Baru, yang model pembentukannya mirip dengan Koperasi Desa Merah Putih. Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973, Soeharto, mertua Prabowo yang ketika itu menjabat Presiden, memberikan KUD banyak fasilitas, mulai dari infrastruktur hingga subsidi. Alih-alih bisnisnya melejit, bantuan pemerintah menjadi ajang bancakan pengurusnya. Dari puluhan ribu KUD, saat ini hanya tersisa 1 persen

Di lain pihak, layaknya proyek besar lain, pendirian Koperasi Desa Merah Putih juga direcoki tangan-tangan kader partai politik. Tim redaksi Tempo yang menelusuri pembentukan koperasi ini di berbagai daerah menemukan fakta soal campur tangan para kader partai ini. Jika sudah begini, apakah Koperasi Merah Putih benar-benar milik masyarakat desa atau malah jadi bancakan partai politik? 

Baca laporan lengkap investigasi Koperasi Merah Putih: Utak-Atik Anggaran untuk Koperasi Merah Putih

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |