Apa Kata Pakar Hukum Unair soal Penahanan Ijazah Pekerja?

6 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Praktik penahanan ijazah oleh perusahaan kembali menuai perhatian publik menyusul terungkapnya kasus serupa di Surabaya. Tindakan ini dianggap tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan menghambat kebebasan mereka untuk berkembang secara sosial dan profesional.

Banyak pihak menilai bahwa penahanan dokumen pribadi seperti ijazah mencerminkan ketimpangan dalam relasi kerja. Walaupun praktik tersebut masih marak terjadi, belum terdapat regulasi nasional yang secara tegas melarangnya, sehingga membuka peluang bagi perusahaan untuk mengeksploitasi kekosongan hukum ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi fenomena tersebut, pakar hukum Universitas Airlangga (Unair), Hadi Shubhan, mengatakan penahanan ijazah oleh perusahaan dapat dikategorikan sebagai bentuk tindakan pemaksaan yang melanggar prinsip kebebasan bekerja dari perspektif hukum.

“Penahanan ijazah oleh pengusaha jelas merugikan pekerja. Ijazah merupakan dokumen pribadi yang melekat pada individu, sehingga seharusnya tidak boleh ditahan,” kata dia seperti dilansir dari laman resmi Unair

Menurut Hadi, praktik penahanan ijazah dapat berdampak serius terhadap mobilitas sosial pekerja, terutama bagi mereka yang ingin mengembangkan karier atau meningkatkan kualitas hidup. “Dampaknya sangat signifikan terhadap pekerja. Mereka bisa terkekang di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini dan tidak dapat dengan mudah berpindah kerja ke tempat lain,” ujarnya.

Hadi menjelaskan tindakan tersebut merupakan bentuk pemaksaan dari pengusaha terhadap pekerja. Menurut dia, kondisi tersebut kerap terjadi karena pekerja berada dalam posisi yang lemah dan membutuhkan pekerjaan, sehingga tidak memiliki banyak pilihan selain menuruti kebijakan perusahaan.

“Pekerja dipaksa karena kondisi yang mendesak dan kebutuhan akan pekerjaan. Jika tidak menuruti keinginan pengusaha, mereka terancam diberhentikan,” katanya. Pria yang menyandang gelar profesor ini juga menyayangkan belum adanya regulasi nasional tentang penahanan ijazah dalam hubungan kerja. Menurut dia, dari situ ada urgensi untuk menyusun regulasi yang lebih tegas dan jelas terkait hal ini.

“Kalau regulasi secara nasional, seperti dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri, memang belum ada. Namun, khusus di Jawa Timur, terdapat aturan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2016. Dalam Pasal 42 perda tersebut disebutkan bahwa pengusaha dilarang menahan dokumen pribadi milik pekerja seperti KTP, SIM, KK, dan ijazah,” kata dia.

Ia menjelaskan bahwa terdapat beberapa bentuk sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada perusahaan yang melakukan praktik penahanan ijazah, baik yang berasal dari gugatan individu maupun penegakan hukum oleh negara.

“Sanksi hukumnya bisa berupa sanksi perdata, di mana pengusaha dapat digugat oleh pekerja ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Selain itu, pengawas ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja provinsi atau Kementerian Ketenagakerjaan juga dapat memberikan sanksi administratif. Bahkan, sesuai Perda Jawa Timur tersebut, pelaku juga bisa dikenakan pidana berupa kurungan,” ujarnya. 

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |