5 Rekomendasi Komnas HAM soal Masalah Sirkus OCI pada 1997

5 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia pernah mengeluarkan rekomendasi soal dugaan eksploitasi pemain sirkus di Oriental Circus Indonesia (OCI) pada 1997.

Rekomendasi pertama, Oriental Circus Indonesia diminta untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya perbuatan yang cenderung menimbulkan pelanggaran HAM atas para pekerjanya. Dalam hal ini, OCI diarahkan untuk bekerja sama dengan instansi-instansi terkait. “Yakni, Komnas HAM, Puskopau, Depdikbud, dan Menpora,” tertulis dalam salinan pernyataan resmi Komnas HAM pada 1 April 1997. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua, Komnas HAM mengajak OCI berkooperasi dalam menjernihkan asal-usul anak-anak yang merupakan atlet sirkus, tapi belum memiliki identitas. Dalam hal ini dengan melakukan publikasi dan langkah-langkah lain yang memang diperlukan.

Kemudian, Komnas HAM meminta agar praktik latihan yang diterapkan kepada anak-anak atlet sirkus yang disertai dengan tindakan-tindakan disiplin yang keras, hendaknya dijaga. “Jangan sampai menjurus ke arah penyiksaan, baik mental maupun fisik."

Keempat, Komnas HAM menilai pelbagai sengketa yang masih ada antara OCI dengan anak-anak atlet sirkus atau mantan atlet sirkus untuk diselesaikan secara kekeluargaan.

Sementara rekomendasi terakhir, Komnas HAM berharap kasus OCI hendaknya menjadi pelajaran yang berharga terkait perlindungan atas hak anak-anak. “Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, maka sudah waktunya kita meningkatkan perhatian terhadap nasib anak-anak."

Di dalam pernyataan tertulis yang dibubuhi tanda tangan Ketua Komnas HAM saat itu, Munawir Sjadzali, Komnas HAM menyatakan OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap pemain sirkus anak.

Pelanggaran yang disebutkan adalah terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan; hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis; hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak; serta hak anak untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.

Di sisi lain, Komnas HAM memahami budaya lingkungan sirkus “yang sangat mengutamakan rasa kekeluargaan yang erat, rasa penderitaan yang sama dan disiplin yang keras”. Komnas HAM juga berkata bisa memahami sikap pengelola OCI yang “mengedepankan keinginan untuk menolong anak-anak terlantar” dalam rekrutmen atlet sirkus.

Sejumlah mantan pekerja sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) kembali mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan pada Selasa, 15 April 2025 lalu. Mereka mengaku tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak terjadi sejak tahun 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.

Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, mengatakan ada beberapa kemungkinan pelanggaran HAM dari cerita para korban. “Ada perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, kemudian hak atas identitas,” katanya di hadapan para korban, pendamping korban, dan wartawan.

Kendati demikian, Komisaris Taman Safari Indonesia dan pelatih satwa di OCI, Tony Sumampau, membantah perusahaannya mengeksploitasi para pekerja sirkus OCI. Pihaknya menyampaikan bantahan-bantahan atas tuduhan perlakuan tidak manusiawi sebagaimana yang diceritakan para mantan pekerja. 

Tony Sumampau menuturkan OCI dan Taman Safari Indonesia merupakan dua badan hukum yang berbeda, sehingga tidak bisa disebut sama. Isu ini, kata dia, pernah mencuat pada 1997 dan ditangani Komnas HAM yang kala itu dipimpin Ali Said--sebelum wafat dan digantikan oleh Munawir Sjadzali. “Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ujar Tony saat dihubungi lewat pesan WhatsApp, Selasa, 15 April 2025.

Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |