TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat di Mahkamah Konstitusi. Alasannya, undang-undang ini hanya mengatur larangan rangkap jabatan terhadap menteri, sementara untuk wakil menteri atau wamen tidak ada larangan serupa.
Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies Juhaidy Rizaldy Roringkon yang mengajukan uji materi Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Mahkamah Konstitusi, meminta agar wakil menteri (wamen) dilarang merangkap jabatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juhaidy menguji materi pasal itu, lantaran merasa dirugikan hak konstitusionalnya.
“Dengan tidak ada larangan dalam UU Kementerian Negara, Pemohon yang juga nantinya berkesempatan menjadi komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN akan tertutup karena akan bersaing dengan para wakil menteri yang telah dekat dengan kekuasaan dan tidak dapat lagi menjadi kandidat komisaris yang seperti harapan pemohon di masa depan nanti,” katanya seperti dikutip dari berkas permohonan di Jakarta, Rabu, 28 April 2025, seperti dikutip Antara.
Pasal 23 UU Kementerian Negara tersebut berbunyi: “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.”
Juhaidy mengatakan setidaknya terdapat enam wakil menteri saat ini yang merangkap jabatan sebagai komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN. Padahal, kata dia, wakil menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin dalam kementerian yang tidak dapat dipisahkan dengan menteri.
Masalah Wakil Menteri Pernah Digugat Tahun 2019
Masalah jabatan wakil menteri pernah digugat di MK pada tahun 2019 oleh Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara. Alasan gugatan waktu itu adalah jabatan wakil menteri tidak dibutuhkan dan merupakan pemborosan anggaran.
Gugatan itu ditolak dengan alasan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Namun dalam pertimbangan hukumnya, MK melalui putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 itu menegaskan bahwa wakil menteri semestinya dilarang merangkap jabatan, seperti layaknya menteri.
Pada pertimbangan hukum putusan nomor 80 itu, Mahkamah menyatakan, pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana halnya pengangkatan dan pemberhentian menteri.
Oleh sebab itu, menurut MK, wakil menteri harus ditempatkan statusnya seperti menteri sehingga seluruh larangan rangkap jabatan yang diatur dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara berlaku pula bagi wakil menteri.
"Bahwa dengan tidak adanya larangan merangkap jabatan bagi Wakil Menteri dalam UU Kementerian Negara, mengakibatkan seseorang yang menjabat sebagai Wakil Menteri dapat merangkap jabatan sebagai Komisaris atau Direksi pada perusahaan Negara atau perusahaan swasta" demikian isi salah satu pertimbangan hukum putusan MK.
Menurut Juhaidy, norma tersebut harus hidup dalam undang-undang agar mengikat bagi seluruh pihak. Atas dasar itu, melalui permohonan yang teregister dengan Nomor 21/PUU-XXIII/2025 ini, dia meminta MK menambahkan frasa “wakil menteri” setelah kata “menteri” dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara.
Dengan demikian, dia memohon, pasal tersebut diubah menjadi berbunyi: “Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.”
Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025 telah digelar di MK, Jakarta, Selasa, 22 April 2025. Pemohon diberikan waktu 14 hari jika ingin memperbaiki permohonannya, yakni hingga 5 Mei 2025.
Wamen Jadi Komisaris BUMN
Sejumlah wakil menteri menjabat komisaris di perusahaan BUMN. Mereka di antaranya Wakil Menteri ESDM Yuliot sebagai Komisaris Bank Mandiri, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama BRI, Wakil Menteri UMKM Helvi Yuni Moraza sebagai Komisaris BRI, dan Wakil Menteri Perumahan Rakyat Fahri Hamzah sebagai Komisaris BTN.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) pernah meneliti jumlah gaji wakil menteri keuangan yang merangkap jabatan sebagai komisaris di PLN. "Wakil Menteri mendapatkan gaji sebesar Rp 121 juta. Sedangkan dengan jabatan komisaris di PLN bisa mendapatkan Rp 2,1 M setiap bulannya," tulis Fitra dalam laporan 3 Maret 2023.