Upaya Wawancara Haji Isam

1 day ago 7

Rencana kami membuat rekaman Bocor Alus Politik pada Kamis malam, 22 Mei 2025, buyar. Tiba-tiba saja Egi Adyatama mendapat pesan WhatsApp dari petugas keamanan di rumah pengusaha asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Petugas keamanan itu memberi informasi bahwa “Pak Haji” bersedia memberikan waktu.

Dalam hati saya bertanya, kenapa dia bersedia menerima wawancara face to face dengan Tempo? Seingat saja, terakhir kali wawancara tatap muka dengan Isam terjadi pada 2010 di griya tawang miliknya di Pacific Place. Kala itu, kami menulis soal keterlibatan Isam dalam kriminalisasi sejumlah pengusaha batu bara di Kalimantan Selatan. Tentu dia membantah tudingan tersebut. (Baca wawancara Haji Isam: Saya Bukan Preman)

Memang, setelah itu ada setidaknya dua kali kami memuat wawancara dengan Isam. Tapi wawancara itu berjalan lewat telepon. Kamis pagi itu, kami pun mengirimkan surat permintaan wawancara ke rumahnya di kawasan Jakarta Selatan. Petugas keamanan menerima surat itu dan memotret wajah Egi. Tumben. Sebelumnya, satpam menolak menerima surat kami.

Malam itu, satpam di rumah Isam meminta kami bergegas. Lima wartawan Tempo, termasuk saya, langsung cascus memakai mobil Hussein–yang pernah dirusak tak jauh dari rumah Isam. Seorang awak Desk Nasional meminta kami berhati-hati. Lewat WhatsApp, ia mengirimkan doa agar kami selamat. Sedikit berlebihan. Tapi namanya juga perhatian.

Menembus kemacetan, kami riuh berbincang. Ada yang ingin selfie bersama Isam (entah kenapa, sebagian jurnalis Tempo lebih suka berfoto dengan legenda seperti Tomy Winata atau Aguan, yang sudah kami wawancarai eksklusif, ketimbang politikus atau selebritis). Ada juga yang berharap diajak keliling rumah Isam yang kemegahannya sudah disebut sejumlah narasumber.

Isam sendiri lewat WhatsApp sudah memberikan jawaban pendek. “Jangan menyebar fitnah. Gak baik,” begitu katanya. Andai bisa bertemu Haji Isam, saya ingin menanggapinya begini, “Pak Haji, liputan kami berdasarkan fakta saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Dosa kami sama Pak Haji kalau menulis fitnah.”

Tiba di depan rumah Isam, kami turun. Namun, satpam rumah yang berkontak dengan Egi ternyata meminta kami datang hanya agar dia bisa mengembalikan surat permintaan wawancara. Kondisinya pun sudah terlipat-lipat. “Pak Haji enggak mau diwawancara,” katanya. Ah… benar dugaan saya. Wawancara itu too good to be true untuk terjadi.

Rekaman Bocor Alus Politik tertunda. Wawancara Haji Isam pun zonk. Ketimbang memelihara rasa kesal, kami menuju kawasan Melawai untuk makan. Salah satu obat kekesalan, ya makan, kan? Sayangnya, nasi di warung ayam goreng habis ketika kami ingin nambah

Pembaca, Anda bisa membaca artikel soal sepak terjang Haji Isam dalam perpolitikan Indonesia di laporan utama majalah Tempo pekan ini. Selamat membaca. Tetap kritis dan jangan lupa makan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Bogor View | Pro Banten | | |