TEMPO.CO, Jakarta - Dani Ariansyah Aritonang menyatakan keberatan dengan klausul yang disodorkan perusahaan jasa transportasi Bhinneka Sangkuriang bahwa keluarga tidak menggugat secara perdata bila menerima santunan atas kematian saudaranya. Dani merupakan adik Parlindungan Caesar Aritonang, salah satu penumpang travel Bhinneka yang tewas dalam insiden kecelakaan Tol Cisumdawu kilometer 189, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 29 April 2025 lalu.
Klausul tersebut tertuang dalam draft surat kesepakatan bersama yang disodorkan oleh pihak travel kepada keluarga korban. Dani mengatakan sebelumnya sudah membahas soal uang duka ini saat mengurus jenazah hingga pemakaman dengan pihak travel. “Tetapi ketika penyerahan uang duka, ada ketentuan yang belum bisa saya putuskan sendiri,” kata Dani saat dihubungi, Kamis, 1 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat tersebut merinci sejumlah biaya yang diterima keluarga korban seperti uang pemakaman, biaya penanganan di rumah sakit hingga biaya mobil jenazah. Di dalam surat tersebut juga tercantum besaran uang duka sebesar Rp 10 juta.
Tempo memperoleh salinan surat kesepakatan bersama tersebut. Dalam surat bertarikh 1 Mei 2025 itu, pihak travel meminta keluarga korban tidak menggugat atau melakukan upaya hukum secara perdata bila menerima uang duka Rp 10 juta. Menurut Dani, adanya klausul tersebut sebagai upaya untuk melindungi pengemudi travel dari jeratan hukum atas kelalaiannya.
Dalam surat tersebut juga tercantum klausul yang menyatakan bahwa baik pihak keluarga korban dan travel mengabaikan bila ada gugatan perdata dari pihak ketiga. “Saya khawatir dengan ketentuan seperti itu, travel ingin masalah ini cepat selesai dan untuk melindungi sopir,” ujar Dani.
Ia menyatakan perlu berdiskusi dengan keluarga sebelum mengambil keputusan. “Saya tidak bisa memutuskannya sendiri apakah akan menerima uang duka dengan ketentuan seperti itu,” ujarnya.
Penanggungjawab Laka PT Bhinnekka Sangkuriang Transport Titin Suryana membenarkan adanya klausul yang ditolak oleh keluarga korban. Titin mengatakan perusahaannya tidak bermaksud lari dari tanggung jawab. Dia mengatakan proses pidana terhadap sopir saat ini ditangani polisi. “Kalau ranah pidana, kami tidak bisa intervensi,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 1 Mei 2025.
Titin menyatakan perusahaan masih mencari jalan tengah dan membuka ruang dialog dengan keluarga yang keberatan. “Ya, kalau ada masalah secara perdata, kami tidak apa-apa,” katanya.
Ia mengklaim telah memenuhi sejumlah proses seperti membiayai pengurusan jenazah hingga pemakaman. Adapun untuk besaran uang yang ditawarkan tetap Rp 10 juta. “Semuanya sama, Rp 10 juta per korban,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan polisi menduga kecelakaan terjadi karena sopir Bhinneka Sangkuriang mengantuk. Insiden itu terjadi Selasa, 29 April 2025, sekitar pukul 10.30 WIB. Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Dodi Darjanto, menyebut tidak ada bekas pengereman di lokasi. “Dimungkinkan pengemudi mengalami fatigue driver atau kelelahan dan mengantuk sehingga kehilangan konsentrasi saat mengemudi,” katanya, Rabu, 30 April 2025.
Kecelakaan melibatkan mobil travel Bhinneka Sangkuriang Toyota Hiace D-7838-AV yang dikemudikan M-X. Kendaraan melaju dari Bandung menuju Cirebon dan menabrak bagian belakang truk Hino Box B-9652-TEZ. Di dalam mobil terdapat tujuh penumpang.
Tiga penumpang tewas di lokasi, satu luka berat, dan tiga lainnya luka ringan. Seluruh korban dibawa ke RSUD Umar Wirahadikusumah Sumedang. Tiga korban tewas ialah Adhimas, 24 tahun, Caesar Aritonang, 32 tahun, dan Adip, 31 tahun.
Dodi mengimbau pengemudi mematuhi aturan lalu lintas dan beristirahat tiap dua hingga empat jam. “Disarankan pengguna jalan mematuhi ketentuan istirahat tiap dua jam sampai 4 jam saat mengemudi,” katanya.
Kapolres Sumedang, AKBP Joko Dwi Harsono, menyampaikan belasungkawa dan menyebut penyelidikan masih berlangsung. “Kami sudah melakukan olah TKP dan sedang mendalami kronologi kejadian ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 29 April 2025.